22 Des 2009

Lawatan dalam Rangka Mencari Ilmu dan Hadis

. 22 Des 2009

Lawatan dalam Rangka Mencari Ilmu dan Hadis
Salah satu keistimewaan para ahli ilmu di dunia Islam, terutama para imam hadis, ialah banyak melakukan lawatan dan perjalanan. Dalam hal ini mereka mengikuti jejak para sahabat dan tabi'in. Apabila menerima sebuah hadis melalui sanad perawi yang dapat dipercaya. Mereka tidak merasa puas dengan hanya cara ini, tetapi mereka melakukan perjalanan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, untuk mendapatkan hadis tersebut secara langsung dari orang yang meriwayatkannya, tanpa melalui perantara.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Jabir bin Abdullah al-Ansari, seorang sahabat, menempuh perjalanan selama sebulan untuk menemui Abdullah bin Unais al-Juhani yang menetap di Syam hanya sakadar memperoleh sebuah hadis, juga ia pun pergi mengunjungi Maslamah bin Mukhlad untuk sebuah hadis pula, yang pada waktu itu Maslamah adalah gubernur di Mesir. Demikian pula, seorang tokoh kenamaan Abu Ayyub al-Ansari menemui Uqbah bin Amir al-Juhani disebabkan ia mendengar sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad terputus (munqati'. Abu Dawud dalam Sunannya menceritakan melalui sanad Abdullah bin Buraidah bahwa seorang sahabat pergi mengunjungi Fadalah bin Ubaid di Mesir hanya untuk keperluan sebuah hadis.

Para tabi'in dan imam-imam ilmu dan hadis sesudahnya melakukan perjalanan ilmiah seperti para pendahulunya. Al-Khatibul Bagdadi meriwayatkan dari Ubaidillah bin Adi dengan mengatakan, "Sampai kepadaku sebuah hadis yang ada pada Ali. Aku khawatir bila ia meninggal, kita tidak akan mendapatkannya pada orang lain. Karena itulah, maka aku pergi mengunjunginya di Irak." Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al-Musayyab, bahwa ia berkata, "Aku pernah melakukan perjalanan beberapa hari dan malam hanya untuk mencari sebuah hadis."Demikian juga Al-Khatib meriwayatkan dari Abu al-Aliyyah, katanya, "Kami pernah mendengar hadis-hadis yang berasal dari para sahabat Rasulullah saw., tetapi kami tidak merasa puas. Karena itu, lalu kami pergi menemui mereka sehingga kami dapat mendengar langsung dari mereka."

Asy-Syi'bi pernah berkomentar tentang sebuah masalah yang difatwakannya, "Fatwa ini kami berikan tanpa melalui jerih payah apa-apa," padahal untuk fatwanya ini ia telah pergi ke Madinah. Ad-Damiri
meriwayatkan--dengan sanad sahih--dari Bisr Ibn Ubaidillah, katanya, "Aku telah berpayah-payah menaiki ke berbagai kota hanya untuk mendapat sebuah hadis." Demikian pula Abu Qilabah pernah berkata, "Aku pernah tinggal di Madinah selama tiga hari. Kepentinganku di sana tiada lain hanyalah untuk mendengar sebuah hadis yang ada pada seseorang.

Imam Ahmad pernah ditanya orang, "Seorang yang mencari ilmu, apakah sebaiknya ia terus-menerus belajar kepada seorang guru yang memiliki banyak ilmu, ataukah ia pergi berpindah-pindah?" Ia menjawab, "Sebaiknya ia pergi mengembara untuk mencatat ilmu dari beberapa ulama yang tersebar di berbagai kota."

Dalam Tazkiratul Huffaz-nya, Imam Az-Zahabi mengungkapkan perkataan Abu Hatim ar-Razi, "Pertama kali aku memasuki suatu kota, aku menetap selama tujuh tahun, dan aku berjalan kaki dalam jarak lebih dari seribu farsakh. Pergi dari Bahrain ke Mesir dengan berjalan kaki, demikian juga pergi ke Ramlah dan kemudian ke Tarsus. Perjalananku ini menghabiskan waktu dua puluh tahun."

Abu Hatim ini hanyalah salah seorang dari ribuan imam ahli hadis yang telah menempuh perjalanan panjang dan memikul derita berat dalam rangka pencarian hadis dan meneliti para perawinya. Kelompok pertama yang telah melakukan perjuangan berat seperti itu antara lain Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasai, dan Ibn Majah. Di antara mereka banyak yang tidak pernah merasakan nikmatnya istirahat dan menetap sepanjang hayatnya.

Atas dasar itu semua, maka ulama-ulama muslim itu, terlebih lagi para ahli hadisnya, telah mengukir model baru di bidang "lawatan dan perjalanan" dalam rangka mencari pengetahuan dan melacak kebenaran
hakiki. Padahal, pada saat itu keadaan mereka sangat memprihatinkan, mengingat bekal yang mereka miliki sangat sedikit, di samping sarana transportasi amat sulit. Tetapi, justru hal itulah yang mengukuhkan posisi mereka berada di deretan terdepan dalam bidang ini dan menjadikan mereka masuk ke dalam kelompok ulama yang abadi.

Yang mengherankan dari sikap generasi sekarang ini ialah jika mereka mendengar kabar tentang sesuatu lawatan yang dilakukan orang-orang asing, mereka menyanjungnya secara berlebih-lebihan. Mereka tidak
mengerti bahwa para pendahulu dan moyang mereka sebenarnya telah merintis tradisi baik tersebut, bahkan apa yang telah dilakukan para pendahulu kita itu merupakan contoh terbaik dan lebih berhak disanjung dan dibanggakan.

Sumber: Diadaptasi dari Kitab Hadis Sahih yang Enam, terjemahan dari kitab Fii Rihaabi as-Sunnati al-Kutubi as-Sihaahi as-Sittati oleh Muhammad Muhammad Abu Syuhbah

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | The Blog Full of Games