30 Agu 2009

Masa Muda

. 30 Agu 2009
0 komentar

Masa Mudaku, Kemanakah Engkau Akan Kuhabiskan?

on Aug 30 in Adab & Akhlak by budi (http://alhijroh.co.cc/adab-akhlak/masa-mudaku-kemanakah-engkau-akan-kuhabiskan/)Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Semoga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman, Muhammad  Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.

Masa muda adalah masa ketika anggota tubuh seseorang masih berfungsi sebagaimana mestinya, di saat badan belum bungkuk, semangat masih membara, dan keinginan masih kuat. Akan tetapi, ke manakah masa mudamu ‘kan kau habiskan? Apakah untuk bermaksiat, perkara yang tidak berguna, atau yang lainnya?

Islam adalah agama yang sempurna sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam sebagai agama bagimu”. (QS : Al Maidah [5] : 3).

Kesempurnaan ini mencakup sendi aqidahsyari’at (yang berupa hukum-hukum), sumbernya, danapa yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As Sunnah[1]Nah, salah satu kesempurnaan Islam adalah diaturnya bagaimana seharusnya masa muda kita habiskan agar kita mendapatkan kenikmatan yang tiada taranya yaitu surganya Allah ‘Azza wa Jalla. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

« سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ……. »

“Ada tujuh golongan orang yang Allah berikan naungan pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya, [pertama] penguasa yang adil[2], [kedua] pemuda yang tumbuh berkembang dalam peribadatan kepada Robbnya….”[3].

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan bahwa “tujuh golongan yang dimaksudkan dalam hadits ini bukanlah merupakan pembatasan, melainkan masih ada golongan lain yang Allah berikan pada mereka naungan (pada hari kiamat, pen.). Ibnu Hajar Al Asqolani Asy Syafi’iRohimahullah telah mengumpulkan kelompok lain yang juga mendapatkan naungan Allah (pada hari kiamat, pen.) dan Beliau Rohimahullah menambahkan sehingga menjadi sebanyak 20 kelompok orang[4].

An Nawawi Rohimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah dalam hadits ini adalah naungan Arsy Allah, dan yang dimaksud dengan hari kiamat adalah hari di saat seluruh manusia akan berdiri menghadap Robbul ‘Alaminketika didekatkan matahari sehingga keadaan pada saat itu sangat panas namun mereka diberikan naungan Arsy yang pada saat itu tidak ada lagi naungan kecuali dengannya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan naungan Allah pada hadits ini adalah naungan surga yang berupa kenikmatan dan keadaan di dalamnya, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

وَنُدْخِلُهُمْ ظِلاًّ ظَلِيلاً

“Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh (naungan) lagi nyaman[5]”.

(QS : An Nisaa’ [4] :57).[6]

Yang jelas kedua penjelasan di atas* menunjukkan betapa besar balasan bagi pemuda yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Demikian juga, lihatlah saudaraku, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan kepada kita tentangashabul kahfi. Allah kabarkan kepada kita bahwa mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Robb mereka, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى. وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalahpemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka[7], dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia”.

(QS : Al Kahfi [18] :13-14).

Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mereka adalah pemuda (ghulam) yang ada pada diri mereka iman yang kuat dan Allah tambahkan pada mereka petunjuk berupa bashiroh (ilmu) tentang agama. Allah menetapkan hati dan diri mereka dalam perkara agama mereka, yaitu imandan kesabaran sehingga ketika mereka tampil di depan Raja Difyanus yang kafir, mereka mengatakan, “Robb kami adalah Robb pemilik langit dan bumi kami tidak akan beribadah kepada selainNya[8].

Maka, lihatlah wahai para pemuda Islam! Apa yang mereka dapatkan dari waktu muda yang mereka habiskan dalam ketaatan kepada Allah? Renungkanlah! Dari mana mereka bisa mendapatkan keberanian untuk mengatakan bahwa ”Robb kami adalah Robb yang memiliki langit dan bumi, kami tidak akan beribadah kepada selainNya” di depan raja yang memerintahkan mereka untuk menyembah/sujud kepada berhala[9]. Sungguh, ini adalah suatu keberanian yang luar biasa yang tidak akan didapatkan cuma-cuma tanpa usaha, melainkan balasan dari Allah ‘Azza wa Jalla terhadap apa yang ada pada diri dan hati mereka, Aljaza’u min Jinsil ‘Amal (balasan suatu perbuatan semisal dengan ‘amal). Maka, marilah kita wahai pemuda Islam, bersemangatlah menghabiskan masa muda kita dalam keta’atan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penutup

Sebagai penutup, kami sampaikan ucapan salah seorang ahli tafsir yang karyanya tersebar luas, Ibnu Katsir Asy Syafi’i Rohimahullah ketika Beliau menafsirkan ayat Allah ‘Azza wa Jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.

(QS : Ali ‘Imron [3] :102).

Beliau mengatakan,

أَنَّهُ مَنْ عَاشَ عَلَى شَيْءٍ مَاتَ عَلَيْهِ، وَمَنْ مَاتَ عَلَى شَيْءٍ بُعِثَ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya barangsiapa menyibukkan diri/hidup bersama sesuatu, ia akan diwafatkan dalam melakukan hal tersebut. Barangsiapa diwafatkan pada sesuatu, ia akan dibangkitkan atasnya”.[10]

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi penulis sebagai tambahan amal dan bermanfaat bagi pembaca sebagai tambahan ilmu sehingga dengannya bisa menambah amal. Amiin.

اللهم انفعني بما علمتني وعلمني ما ينفعني وزدني علما

Al Faaqir ilaa Maghfiroti Robbihi,

Aditya Budiman.


[1] Lihat Syarh Fadhlil Islam oleh Syaikh Sholeh Alu Syaikh hal. 14, cetakan Dar Ibnul Jauzi, Kairo, Mesir.

[2] Adapun pembahasan tentang penguasa yang adil tidak dapat kami hadirkan di sini karena yang ingin kami tekankan adalah masalah yang ke dua yaitu pemuda yang tumbuh berkembang dalam peribadatan kepada Robbnya.

[3] Potongan hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhori no. 660, Muslim no. 1031.

[4] Lihat Syarh Riyadhush Sholihin oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah hal. 453/II cetakan Darul Aqidah, Kairo, Mesir.

[5] Yaitu naungan surga. [lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalalain Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfuri hafidzahullah hal. 96 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA]

[6] Lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi Rohimahullah hal. 122/VII cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa.

* Catatan editor: Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama (sebagaimana yang disampaikan guru kami, Ustadz Aris Munandar, ketika memuraja’ah tulisan ini). Yang menguatkan hal ini adalah penjelasan Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali dalam kitab beliau, بهجة الناظرين شرح رياض الصالحين /Bahjatun Nadzirin Syarh  Riyadus-Shalihin/, penerbit دار ابن الجوزي, jilid I, halaman 445. Beliau (Syaikh Salim) menyampaikan bahwa makna يظلهم الله في ظله adalah naungan ‘Arsy Allah, sebagaimana dalam hadits Salman dari riwayat Sa’id bin Manshur, dengan sanad yang dinyatakan Hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Adapun penyandaran kepada Allah dalam hadits tersebut adalah penyandaran untuk pemuliaan.

[7] Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan bahwa mereka adalah pemuda yang pada diri mereka kekuatan azzam, kekuatan badan dan kekuatan iman. [lihat Tafsir Surat Al Kahfi oleh Syaikh Mumammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin hal. 26, cetakan Dar Ibnil Jauzi, Riyadh, KSA]

[8]Lihat Tafsir Ibnu Abbas hal. 294 Asy Syamilah, kami sarikan dengan penyesuaian kata.

[9] [lihat Tafsir Jalalain Li Imamaini Al Jalalain Muhammad bin Ahmad Al Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr As Suyuthi dengan ta’liq dari Syaikh Shofiyurrohman Al Mubarokfurihafidzahullah hal. 305 cet. Darus Salam, Riyadh, KSA]

[10] Lihat Shohih Tafsir Ibnu Kastir oleh Syaikh Musthofa Al Adawi hafidzahullah hal. 374/I Cetakan Dar Ibni Rojab, Kairo Mesir.

Klik disini untuk melanjutkan »»

25 Agu 2009

Jalan Yang Haq

. 25 Agu 2009
1 komentar

Way Of Life,



Jalan Salaf Jaminan Kebenaran

Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi

“Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah” telah menjadi slogan umum. Namun memahami keduanya dan mengamalkan kandungannya, agar sesuai dengan yang dimaukan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, merupakan persoalan tersendiri. Kepada siapa kita harus merujuk?

Pada edisi sebelumnya telah dijelaskan, siapakah yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan manhaj (jalan/metode) yang mereka tempuh. Mereka bukanlah manusia khusus yang diciptakan oleh Allah untuk membawa amanat syariat-Nya. Juga bukan malaikat yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan manusia tentang agama-Nya. Mereka adalah kaum muslimin itu sendiri yang memahami agamanya dengan benar berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah di atas pemahaman salafus shalih (pendahulu yang shalih).

Mereka (para shahabat ridhwanullah ‘alaihim ajma’in) adalah umat terbaik yang diciptakan untuk mendakwahkan kebenaran agama ini kepada seluruh umat. Mereka adalah generasi terbaik umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas kebenaran. Mereka adalahsalafus shalih, firqatun najiyah (orang-orang yang selamat), thaifah al manshurah(orang-orang yang selalu ditolong), ahlul hadits, ahlul atsar, dan mereka adalahsalafiyyun.

Mereka adalah pilihan Allah dari segenap hamba-Nya yang akan menyuarakan kebenaran di mana saja dan kapan saja, bagaimanapun besar tantangan dan rintangan yang dihadapi. Slogan mereka adalah firman Allah:
“Kebenaran itu datang dari Rabbmu, maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu.” (Al- Baqarah: 147)

Juga sabda Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-“Katakan yang benar walaupun pahit dan jangan kamu gentar cercaan orang yang mencerca.” ( HR. Al Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman dari shahabat Abu Dzar. Lihat Al Misykat 3/ 1365)

Dari sinilah nama salafus shalih diabadikan oleh sejarah. Ditulis dengan tinta emas, terus dikenang, serta menjadi rujukan generasi sesudahnya. Bukankah ini merupakan satu kemuliaan dari Allah karena apa yang telah mereka berikan untuk agama-Nya? Dan karena apa yang mereka tempuh ketika Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- masih hidup dan setelah wafat beliau?

Jawabannya adalah ya. Mereka mendapatkan yang demikian ini karena mereka berjalan di atas jalan Rasul-Nya. Abu Bakar z, khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagai pemimpin umat ini, telah mendapatkan jaminan masuk surga, padahal ketika itu beliau masih hidup. Bukankah ini kemuliaan bagi beliau? Apakah manhajnya Abu Bakar sesuai manhajnya Rasulullah? Jawabannya tentu ya.

Begitu juga Umar, Utsman, Ali, dan para shahabat yang lain yang telah mendapatkan jaminan dari Rasulullah untuk masuk surga, padahal kaki-kaki mereka masih menapaki kehidupan. Merekalah yang juga disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Merekalah orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih”. (An-Nisaa’: 69)
Siapa lagi yang dimaksud dalam ayat ini setelah para nabi, kalau bukan orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj Allah dari kalangan shahabat?

Mereka adalah generasi yang berusaha untuk mendapatkan dan mengambil warisan terbanyak dari Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Duduk dan keluar dari majelis Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dalam keadaan membawa kemurnian agama Islam, yang malamnya seperti siangnya dan tidak ada seorangpun dari mereka yang menyimpang, melainkan akan binasa seumur hidup jika tidak segera bertaubat kepada Allah.

Manhaj Salaf Cerminan Kemurnian Islam

Rentang waktu yang panjang sangat memungkinkan menyebabkan jauhnya umat dari kemurnian ajaran Islam. Apalagi, umat ini terus berganti generasi demi generasi. Hal ini telah dirasakan dan disaksikan oleh orang-orang yang diberikanbashirah (ilmu) oleh Allah. Banyak kita jumpai penampilan Islam yang berwarna-warni, baik dari amalan, ucapan, dan keyakinan.

“Warna-warni” inilah yang sering menimbulkan friksi di antara sesama muslim hingga berujung pada pudarnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Walhasil, umat ini menjadi sangat lemah dan siap menjadi santapan musuh-musuhnya.

Munculnya kelompok-kelompok di dalam Islam, merupakan bukti konkrit adanya perbedaan yang besar dan warna-warninya penampilan Islam itu. Yang satu berpakaian serba merah dan mengangkat Islam sebagai simbol. Yang lain dengan warna hijau, hitam, kuning, putih, dan sebagainya. Masing-masing memiliki konsep, prinsip, jalan, dan tujuan yang berbeda dengan yang lainnya. Bahkan, karena perbedaan mendasar itu, ada yang siap menumpahkan darah yang lainnya. Apakah demikian Islam itu? Lalu manakah yang benar? Dan manakah yang harus diikuti?

Yang demikian ini, setelah berlalunya masa risalah (masa kenabian) dan pergantian generasi demi generasi, sangat terasa. Ironisnya, Islam dalam pandangan kaum muslimin saat ini hanya sebatas “yang penting Islam”, apapun alirannya, ajarannya, warnanya, jalannya, baunya, dan sebagainya. Padahal justru dengan sebab ini, hilanglah kemuliaan, kewibawaan, kejayaan, dan kekuatan umat Islam. Serta menjadikan musuh-musuh Islam berani dan memiliki kewibawaan di mata kaum muslimin.

Kemurnian dan kesempurnaan Islam itu pun kian jauh panggang dari api. Yang satu ingin menambah dan yang lain ingin mengurangi, bahkan mempretelinya. Hanya dengan mencari sumber kemurniannya kepada orang yang telah dinobatkan oleh Allah sebagai penelusur jejak Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- -para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in- saja, niscaya kemurnian Islam itu akan diperoleh.

Manhaj Salaf adalah Ridha, Cinta, dan Ampunan Allah

Selain sebagai cermin kemurnian Islam, manhaj salaf juga merupakan perwujudan ridha Allah, cinta, dan ampunan-Nya. Allah berfirman tentang mereka yang berjalan di atas manhaj salaf ini:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

As Sa’dy1 dalam tafsir ayat ini mengatakan, mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam dan yang terlebih dahulu dalam keimanan, hijrah, jihad, dan memperjuangkan agama Allah. Kaum Muhajirin, adalah orang-orang yang dikeluarkan dari negeri mereka dan dipisahkan dari harta benda mereka, semata-mata hanya mencari keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Mereka membela agama Allah dan Rasul-Nya, dan mereka adalah orang-orang yang jujur.

Sementara kaum Anshar, adalah orang-orang yang menetap di kota Madinah, mencintai orang-orang yang berhijrah. Mereka tidak dihinggapi perasaan berat hati atas apa-apa yang mereka infakkan kepada kaum Muhajirin, serta mengutamakan kaum Muhajirin meskipun mereka membutuhkannya.

Merekalah kaum yang mendapatkan keselamatan dari cercaan dan mendapatkan pujian dan keutamaan dari Allah. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah. Allah mempersiapkan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan kekal di dalamnya.

Allah -Ta’ala- di dalam Al Qur’an berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali-Imran: 31)

As Sa’dy dalam tafsirnya mengatakan: “Ayat ini merupakan tolok ukur cinta seseorang kepada Allah dengan sebenar-benarnya cinta atau hanya pura-pura mengaku cinta. Tanda cinta kepada Allah -Ta’ala- adalah ittiba’ (mengikuti) Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , yang Allah -Ta’ala- telah menjadikan sikap ini (ittiba’) dan segala apa yang diserukan sebagai jalan untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah -Ta’ala- . Dan tidak akan didapati kecintaan dari Allah -Ta’ala- , ridha dan pahala-Nya, melainkan dengan cara membenarkan apa yang dibawa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, dengan cara melaksanakan apa yang dikandung keduanya, dan menjauhi apa yang dilarangnya. Maka barangsiapa melakukan hal ini, sungguh ia telah dicintai oleh Allah -Ta’ala- , dibalas sebagaimana balasan terhadap kekasih Allah -Ta’ala- , diampuni dosanya, dan ditutupi segala aibnya. Maka (ayat ini) seakan-akan (menjelaskan) bagaimana hakekat mengikuti Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan bagaimana sifatnya.”

Simbol Kemenangan dan Kejayaan Umat

Meskipun Islam semakin kabur, namun pewaris kemurnian Islam akan tetap ada sepanjang kehidupan manusia ini sampai hari kiamat. Mereka telah dipersiapkan oleh Allah -Ta’ala- untuk meneruskan perjuangan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan generasi beliau yang terbaik. Merekalah yang akan terus menyuarakan kemurnian Islam. Dan bersama merekalah kemenangan dan kejayaannya. Itulah janji Allah -Ta’ala- yang tidak bisa dipungkiri.

Merekalah yang disebut Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagai generasi pejuang yang telah mengambil pedang perjuangan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang diwariskan setelah wafatnya, untuk membabat gerakan-gerakan penjegalan terhadap syariat Allah -Ta’ala-. Dan mereka pulalah yang dipersiapkan Allah -Ta’ala- sebagai perisai dan benteng terhadap kebenaran dalam pertarungan antara yang hak dan batil. Allah -Ta’ala- menjelaskan di dalam Al Qur’an:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin di dalam kitab Syarah Aqidah Wasithiyyah hal. 25 mengatakan, “Akan tetapi semua pujian bagi Allah semata. Tiadalah seseorang melakukan kebid’ahan, melainkan Allah -Ta’ala- membangkitkan -dengan nikmat dan karunia-Nya- orang-orang yang akan menjelaskan kebid’ahan tersebut dan yang akan melumatkannya dengan kebenaran. Dan ini termasuk dari makna yang terkandung dalam firman Allah -Ta’ala- (Al-Hijr: 9). Dan ini merupakan wujud nyata penjagaan Allah terhadap “Ad Dzikr” (maksudnya Al Qur’an, red) dan ini juga merupakan tuntutan hikmah Allah -Ta’ala- .”

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Al Bukhari dan Muslim dari shahabat Mua’wiyah dan Mughirah bin Syu’bah dan diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Tsauban, Jabir bin Samurah, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu ‘anhum:

“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku memperjuangkan kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang berusaha menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (Shahih, HR. Muslim dengan lafadznya)

Siapakah yang dimaksud oleh Rasulullah “satu kelompok dari umatnya itu yang selalu memperjuangkan kebenaran dan selalu mendapatkan kemenangan?”

Imam Ahmad mengatakan: “ Kalau bukan ahli hadits yang dimaksud, maka saya tidak mengetahui (lagi) siapa mereka”.

Umar bin Hafsh bin Ghiyats mengatakan: “Aku telah mendengar ayahku ketika ditanyakan kepadanya: ‘Tidakkah kamu melihat ahlul hadits dan apa-apa yang mereka berada di atasnya?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah sebaik-baik penduduk dunia’.”

Abu Bakar bin ‘Ayyash mengatakan, “Aku berharap bahwa ahlul hadits adalah sebaik-baik manusia.” (Lihat kitab Makanatu Ahlil Hadits hal 53-54).

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: “Tidak ada seorangpun dari nabi yang diutus sebelumku kepada suatu umat melainkan ada pada umatnya hawariyyun (para pembela) dan shahabatnya yang memegang sunnahnya dan yang mengikuti perintahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas’ud)

Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada setiap awal seratus tahun orang-orang yang akan mengadakan pembaharuan terhadap agama umat ini.” (Shahih, HR. Abu Daud dari shahabat Abu Hurairah dan dishahihkan Syaikh Al Albany dalam kitab “Shahih Sunan Abu Daud no. 3656” dan di dalam kitab “Silsilah Hadits Shahih no. 599” dan di dalam kitab “Shahih Jami’us Shaghir no. 1874”).

Imam Ahmad bin Hanbal berkata, sebagaimana dinukil Imam Dzahabi dalam kitabAs Siar 10/46: “Sesungguhnya Allah -Ta’alaakan membangkitkan pada umat di awal setiap seratus tahun orang-orang yang akan mengajarkan mereka sunnah dan membungkam setiap kedustaan atas nama Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Maka tatkala kami melihat dan memeriksa, ternyata pada awal seratus tahun pertama muncul Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun kedua Imam Syafi’i.”(Lihat Silsilah Hadits Shahih 2/148)

Manhaj Salaf Manhaj yang Benar

Manhaj inilah yang mendapatkan pujian kebaikan dari lisan Rasulullah berikut dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, sebagaimana sabda beliau:

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, dan kemudian orang-orang setelah mereka.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Imran bin Husein dan Abdullah bin Mas’ud)

Maka, para pengikut manhaj ini adalah generasi terbaik yang diridhai oleh Allah. Di dalam kitab Manhajus Salaf Fit Ta’amul Ma’a Kutubi Ahlil Bida’ihal. 3 karya Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin Mani’ dikatakan: “Pujian kebaikan menunjukkan kebenaran akidah, mengikuti Rasulullah tidak akan mencukupkan mereka.” Wallahu A’lam. 

Sumber Bacaan:
1. Al Qur’an
2. Riyadhus Shalihin 
- Imam An Nawawi
3. Taisir Karimir Rahman – Syaikh As-Sa’dy
4. Syarah Aqidah Wasithiyyah - Syaikh Utsaimin
5. Silsilah Hadits Shahih – Syaikh Al Albani
6. Makanatu Ahlil Hadits - Syaikh Dr.Rabi’
7. Manhajus salaf Fitta’amul Ma’a kutubi Ahlil Bida’i - Muhammad bin Mani’

Sumber : http://www.asysyariah.com

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | The Blog Full of Games