4 Agu 2011

Empat Orang yang Dilaknat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

. 4 Agu 2011
3 komentar

Empat Orang yang Dilaknat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam


Oleh Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al Atsari – hafizhahullah-
Naskah ini diangkat berdasarkan khutbah Jum’at Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al Atsari – hafizhahullah- di Masjid al Akbar Surabaya, 18 Muharram 1427H bertepatan 17 Februari 2006. Narasi khutbah tersebut diterjemahkan oleh Abdurrahman Thayyib, kemudian kami tulis kembali dalam bentuk naskah, dengan penyesuaian seperlunya, tanpa mengurangi substansi materi. Judul di atas adalah dari Redaksi. Semoga bermanfaat. (Redaksi).
_________________________________________________________

Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ,
لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا
Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain), dan Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid’ah).
TAKHRIJ HADITS
- HR Bukhari di Adabul Mufrad, bab (8) man la’ana Allah man la’ana walidaih, no. 17.
- Muslim, dalam Shahih Muslim, kitab al adhahi, no. 3657, 3658, 3659.
- An Nasa-i, dalam as Sunan, kitab adh dhahaya, no. 4346, dan
- Ahmad di berbagai tempat dalam Musnad-nya.[1]
SYARAH HADITS
Di antara nikmat Allah yang terbesar dan anugerahNya yang paling agung, yaitu dijadikannya kita sebagai kaum Muslimin dan kaum Mukminin yang hanya beribadah kepadaNya, dan yang hanya mengikuti NabiNya Shallallahu ‘alaihi was sallam, serta menjadi pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Islam adalah agama yang mulia, tegak di atas al Qur`an dan Sunnah.
Allah berfirman dalam al Qur`an :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
Dan Kami turunkan kepadamu al Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka. [an Nahl : 44].
Al Qur`an adalah dzikr, dan Sunnah adalah dzikr, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ketahuilah, bahwa aku telah diberi al Qur`an dan yang semisal dengannya”.
Al Qur`an adalah Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan mukjizat, dan membacanya terhitung sebagai suatu ibadah. Demikian pula Sunnah (hadits) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang telah Dia firmankan :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى , إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى .
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). [an Najm : 3-4].
Dan sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Amru bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil bertanya : “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya, Anda terkadang berkata dalam keadaan marah dan terkadang dalam keadaan ridha. Apakah boleh kita menulis semua yang Anda katakan?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Tulis semuanya, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidaklah yang keluar dariku melainkan haq (benar),” sambil menunjuk ke arah mulut beliau yang suci.
Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tafsir bagi ayat-ayat yang global dalam al Qur`an dan pengkhusus bagi ayat-ayat yang umum, serta pengikat bagi ayat-ayat yang mutlak, dan dia adalah wahyu Allah Ta’ala. Di antara wahyu tersebut adalah diberinya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jawaami’ul kalim, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim, Pent), beliau bersabda : “Aku diutus dengan jawaami’ul kalim”. Arti jawaami’ul kalim adalah ucapan singkat, tetapi padat maknanya.
Di antara jawaami’ul kalim tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan pembahasan kita sekarang yang tercantum dalam Shahih Muslim, dari seorang sahabat yang mulia dan seorang khalifah yang mendapat petunjuk, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ, لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا و
Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain), dan Allah melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid’ah).
Hadits ini amat singkat, namun mengandung banyak perkara yang berharga, karena menjelaskan hak-hak yang agung, yang menjadi landasan sosial masyarakat muslim. Jika kaum Muslimin telah mundur ke belakang, maka dengan mewujudkan hak-hak ini, mereka akan kembali menjadi umat yang maju di tengah umat-umat yang lain.
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak ibadah, hak sunnah, hak nafs (jiwa), dan hak orang lain. Jika kita mau merenungi keempat hak-hak di atas, maka kita akan mendapatkan hal tersebut telah mencakup semua hak muslim, baik yang berkaitan dengan dirinya, orang lain, dan yang berkaitan dengan Rabb-nya serta NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hak ibadah adalah tauhid yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau “Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”. Bagaimana dia bisa mengarahkan sembelihan kepada selain Allah? Sedangkan tindakan tersebut termasuk ibadah. Dan ibadah adalah sebuah nama yang mencakup hal-hal yang dicintai dan diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin, sebagaimana yang telah Allah Azza wa Jalla firmankan :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku (sesembelihanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. [al An'am : 162-163].
Menjaga hak tauhid dan ibadah, adalah kewajiban yang harus ditanamkan di dalam hati dan akal pikiran, lalu diwujudkan dalam amal perbuatan dengan penuh keyakinan, tanpa ada sedikit pun keraguan. Bagaimana tidak demikian, sedangkan kita tidaklah diciptakan, melainkan hanya untuk beribadah kepadaNya saja, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka, dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. [adz Dzariyaat : 56-58].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengajarkan kepada sahabat-sahabat beliau yang masih kecil, apalagi kepada yang dewasa tentang hak ibadah ini agar ditanamkan dalam hati, dan tumbuh di dalam akal pikiran serta anggota badan.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu –sepupu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “Wahai, anak kecil. Aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa perkara. (Yaitu) jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, mintalah kepada Allah”.
Maka, tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Allah. Tidak ada yang berhak dimintai pertolongan melainkan Allah. Tidak ada yang berhak dijadikan sumpah melainkan Allah. Dan tidak ada yang berhak diistighasahi, melainkan Allah. Tidak ada yang berhak diserahi sesembelihan dan nadzar, melainkan Allah. Tidak boleh bernadzar kepada Nabi, wali maupun siapa saja, meskipun tinggi kedudukannya. Dengan ini, (seorang muslim) bisa menjaga hak ibadah dan tauhidnya.
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah melaknat orang yang melindungi muhditsan”.
Al muhdits, adalah orang yang mengada-adakan hal baru dalam agama (bid’ah) dan yang merubah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini, terdapat pemeliharaan terhadap hak Sunnah dan ittiba’ (mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ketika kita mengikrarkan kalimat tauhid Laa ilaha illallah Muhammaddur Rasulullah. Maka, ucapan ini mengandung hak-hak, kewajiban-kewajiban serta konsekuensi-konsekuensi. Dan kalimat tersebut, bukan hanya sekedar huruf-huruf yang digandeng, atau ucapan yang terlepas begitu saja dari lisan. Tetapi, dengan kalimat inilah berdiri langit dan bumi. Tidak diciptakan manusia, melainkan untuk mewujudkan kandungan kalimat tersebut. Dan tidaklah diturunkan kitab-kitab Allah serta diutus para rasul, melainkan karenanya.
Kalimat Laa ilaha illallahu, maknanya tidak ada yang berhak disembah dengan benar, kecuali Allah. Dan kalimat Muhammadur Rasulullah, maknanya tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Rasulullah. Sebaik-baiknya perkara adalah apa yang disunnahkannya. Dan sejelek-jeleknya perkara adalah apa yang beliau tinggalkan (bid’ah, Pent). Tidaklah beliau meninggal dunia, melainkan beliau telah menjelaskan segala kebaikan kepada kita dan melarang dari segala kejelekan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Dzar al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata : “Tidaklah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kita, sampai-sampai burung yang terbang di udara telah beliau jelaskan kepada kita ilmunya”.
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak Sunnah yaitu hak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaulah suri tauladan yang baik dan yang sempurna bagi kita; bagaimana tidak, sedangkan Allah telah berfirman tentang beliau :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [al Ahzab : 21].
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan, bahwa satu-satunya jalan petunjuk, yang seorang hamba selalu memohonnya lebih dari sepuluh kali sehari semalam di kala shalat fardhu, sunnah maupun nafilah, yaitu اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus), adalah dengan mengikuti sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada jalan yang lurus melainkan dengan mengikuti Sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang telah Allah firmankan وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا (Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. –an Nuur : 54). Apabila kalian mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kalian akan mendapat hidayah yang selalu kalian minta kepada Rabb kalian dikala siang dan petang hari. Inilah hak Allah, dan inilah hak RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta hak agamaNya. Maka apakah kita telah menjalankan semua hak-hak ini?
Di bagian yang lain dari hadits ini terdapat peringatan adanya dua kewajiban lain.
Yang pertama, yang merupakan urutan kedua dari hadits di atas, yaitu sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Allah melaknat orang yang mencela kedua orang tuanya”. Ini adalah kewajibanmu dan anda mesti menjadi pemeliharanya dengan baik. Yaitu engkau berbakti kepada keduanya, mendoakan mereka dan menjaga hak-hak mereka, tidak meremehkannya serta tidak menjadi penyebab engkau mencaci kedua orang tuamu.
Hak kedua orang tua, terkadang bisa secara langsung disia-siakan oleh anak yang durhaka, yaitu dengan mencaci-maki ayah atau ibunya karena mencari ridha sang istri, hawa nafsu maupun setannya. Dan sangat disesalkan, hal ini terjadi (di tengah masyarakat kita, Pent).
Adapun yang kedua, secara tidak langsung, yaitu engkau berbuat sesuatu yang menyebabkan orang lain mencaci-maki kedua orang tuamu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya,” para sahabat bertanya,”Bagaimana seseorang bisa mencaci-maki kedua orang tuanya?” maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Dia mencaci-maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya”. Dan ini (termasuk) di antara arah tujuan syariat, yaitu menutup segala pintu (kejelekan) serta membendung kerusakan. Engkau tidak boleh berbuat suatu yang mengakibatkan kerusakan yang besar di kemudian hari. Tetapi amat disayangkan, perkara ini secara global banyak disepelekan oleh sebagian kaum Muslimin, bahkan oleh Islamiyyin (orang-orang yang bersemangat membela Islam tanpa bekal ilmu yang benar, Pent). Kita melihat, mereka bersemangat dalam banyak perkara dan banyak berbuat sesuatu, dan mereka mengira hal tersebut sebagai suatu bentuk hidayah dan kebenaran, namun hakikatnya tidak seperti itu [2]. Mereka melakukan dengan semangat membara, yang mengakibatkan umat Islam menjadi santapan lezat bagi umat-umat yang lain, dan menjadikan orang-orang kafir menguasai kaum Muslimin dan merampas harta kekayaan mereka.
Ini termasuk menutup segala pintu kejelekan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melarang kita mencaci-maki orang tua, sebuah tindakan yang termasuk dosa, maka bagaimana jika kita melakukannya lebih dari itu? Yaitu mencaci-maki orang tua orang lain, lalu orang tersebut mencaci-maki kedua orang tua kita? Ini termasuk dosa besar. Jika kita melaksanakan ketaatan kepada mereka maka ini termasuk menjaga hak jiwa pribadi (nafs) . Adapun meremehkan dan menyia-nyiakan mereka, maka akibat buruknya akan menimpa dirinya sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : [وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا] Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’ : 23).
Di dalam ayat ini Allah menyatukan antara ketaatan kepada kedua orang tua dengan ibadah hanya kepada-Nya saja, karena didalamnya terdapat unsur pemeliharaan terhadap hak jiwa sendiri, ayah dan anak.
Adapun hak yang terakhir yang disebutkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan dengan hak orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini empat hak yaitu : (1). Hak Allah (2). Hak Nabi (3). Hak nafs (4). Hak orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah melaknat orang yang merubah tanda batas tanah orang lain” maksudnya dia melanggar hak (tanah) orang lain baik itu tetangganya, kerabat, saudaranya ataupun orang yang jauh darinya. Barangsiapa yang melanggar hak orang lain meski kelihatannya sepele, niscaya akan terkena ancaman dalam hadits ini. Jika melanggar hak tanah orang lain saja yang berkaitan dengan masalah dunia mengakibatkan terlaknat, maka bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dengan hak yang lebih besar dari itu seperti melanggar kehormatan atau kemuliaan orang lain dengan menggunjingnya, mengadu domba, berdusta atas namanya ?
Renungilah sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam : [إِنَّ أربَى الرِبَا استِطَالَة الرَجُلِ فِي عِرضِ أَخِيهِ المُسلِم] Artinya : “Dosa riba yang paling besar adalah seseorang melanggar kehormatan saudaranya muslim” yaitu dengan menggunjingnya, berdusta atas namanya, berburuk sangka kepadanya atau dengan mengadu domba antara dia dengan orang lain. Semua ini terlarang dan merupakan sebab perampasan hak orang lain dan termasuk dosa besar.
Jika kita mengetahui sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Satu dirham (hasil) riba yang dimakan oleh seseorang yang tahu (hukum-nya-pent) lebih besar dosanya di sisi Allah dari pada 36 kedustaan” Apabila ini tingkat paling rendah akibat harta riba, maka bagaimana dengan riba yang paling besar ? Ini semua dalam rangka menjaga hak-hak orang lain baik kerabat maupun orang yang jauh. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpesan kepada Mu’adz bin Jabal, beliau bersabda : “Dan pergauli manusia dengan akhlak yang baik”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan (pergaulilah) orang-orang mukmin atau muslimin atau yang berpuasa saja atau orang-orang shalih atau shadiqin saja, tapi beliau malah mengatakan (pergaulilah manusia) maksudnya semua manusia baik dia mukmin atau kafir, shaleh atau tholeh. Karena dengan akhlakmu disertai pemeliharaan terhadap hakmu dan hak orang lain, engkau dapat mengambil hati mereka sehingga engkau bisa menyerunya (kepada kebenaran).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Sumber: almanhaj.or.id dan dipublikasikan oleh www.salafiyunpad.wordpress.com
_______
Footnote
[1]. Takhrij ini merupakan tambahan dari Redaksi
[2]. Hal ini seperti yang dilakukan oleh harokiyyin yang selalu semangat dalam mengobarkan api jihad melawan orang-orang kafir dengan melakukan peledakan-peledakan atau pembantaian warga sipil. Mereka kira, dengan semua itu dapat memuliakan Islam dan kaum Muslimin, padahal jika mereka mau merenungi kembali, justru mereka telah menyebabkan kaum Muslimin semakin ditindas dan mencoreng nama Islam. Sungguh benar yang Allah firmankan tentang mereka ini :
[قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا(103)الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. -al Kahfi : 103-104. (Redaksi)
[3]. Kemudian khutbah ini beliau tutup dengan doa. (Redaksi).

Klik disini untuk melanjutkan »»

Mengkritisi Keabsahan Hadits-hadits Kitab Ihya’ Ulumiddin

.
1 komentar

Mengkritisi Keabsahan Hadits-hadits Kitab Ihya’ Ulumiddin


 

Oleh Ustadz Abdullah Taslim, Lc., M.A. (Lulusan S2 Jurusan Hadits, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia)
بسم الله الرحمن الرحيم
Kiranya tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin adalah termasuk kitab berbahasa Arab yang paling populer di kalangan kaum muslimin di Indonesia, bahkan di seluruh dunia.
Kitab ini dianggap sebagai rujukan utama, sehingga seorang yang telah menamatkan pelajaran kitab ini dianggap telah mencapai kedudukan yang tinggi dalam pemahaman agama Islam.
Padahal, kiranya juga tidak berlebihan kalau kita katakan bahwa kitab ini termasuk kitab yang paling keras diperingatkan oleh para ulama untuk dijauhi, bahkan di antara mereka ada yang merekomendasikan agar kitab ini dimusnahkan! (Lihat kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/327 dan 19/495-496).

Betapa tidak, kitab ini berisi banyak penyimpangan dan kesesatan besar, sehingga orang yang membacanya apalagi mendalaminya tidak akan aman dari kemungkinan terpengaruh dengan kesesatan tersebut, terlebih lagi kesesatan-kesesatan tersebut dibungkus dengan label agama.
Di antara kesesatan besar yang dikandung buku ini adalah pembenaran ideologi (keyakinan) wihdatul wujud (bersatunya wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan wujud makhluk), yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/ penampakan Zat Ilahi (Allah Subhanahu wa Ta’ala) – Mahasuci Allah Subhanahu wa Ta’ala dari segala keyakinan rusak ini –.
Keyakinan sangat menyimpang bahkan kafir ini dibenarkan secara terang-terangan oleh penulis kitab ini di beberapa tempat dalam kitab ini, misalnya pada jilid ke-4 halaman 86 dan halaman 245-246 (cet. Darul Ma’rifah, Beirut).
Cukuplah pernyataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berikut ini menggambarkan besarnya penyimpangan dan kesesatan yang terdapat dalam kitab ini, “Kitab ini berisi pembahasan-pembahasan yang tercela, (yaitu) pembahasan yang rusak (menyimpang dari Islam) dari para ahli filsafat yang berkaitan dengan tauhid (pengesaaan Allah Subhanahu wa Ta’ala), kenabian dan hari kebangkitan. Maka, ketika penulisnya menyebutkan pemahaman orang-orang ahli Tasawwuf (yang sesat) keadaannya seperti seorang yang mengundang seorang musuh bagi kaum muslimin tetapi (disamarkan dengan) memakaikan padanya pakaian kaum muslimin (untuk merusak agama mereka secara terselubung). Sungguh para imam (ulama besar) Islam telah mengingkari (kesesatan dan penyimpangan) yang ditulis oleh Abu Hamid al-Gazali dalam kitab-kitabnya” (Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/551-552).
Oleh karena itu, Imam Adz-Dzahabi menukil ucapan Imam Muhammad bin al-Walid Ath-Thurthuusyi yang mengatakan bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin (artinya: menghidupkan ilmu-ilmu agama) lebih tepat jika dinamakan Imaatatu ‘uluumid diin (mematikan/merusak ilmu-ilmu agama).
Di samping itu, kitab ini juga memuat banyak hadits lemah bahkan palsu, yang tentu saja tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan banyak di antaranya yang sangat bertentangan dengan prinsip dasar agama Islam.
Hal ini tidaklah mengherankan, karena sang penulis adalah seorang yang kurang pengetahuannya terhadap hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, khususnya dalam membedakan hadits yang shahih dan hadits yang lemah, sebagaimana pernyataan sang penulis sendiri, “Aku memiliki barang dagangan (pengetahuan) yang sedikit tentang hadits (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)” (Dinukil oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas semua kesesatan tersebut, tetapi saya akan membahas dan menilai keabsahan hadits-hadits yang dimuat dalam kitab ini, berdasarkan keterangan para ulama ahlus sunnah yang terlebih dahulu meneliti dan mengkritisi kitab ini.
Kritikan para ulama Ahlus Sunnah terhadap hadits-hadits dalam kitab ini
1- Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi berkata (dalam kitab beliau Minhaajul Qaashidiin, sebagaimana yang dinukil dalam Majalah Al-Bayaan, edisi 48 hal. 81), “Ketahuilah, bahwa kitab Ihya’ Ulumiddin di dalamnya terdapat banyak kerusakan (penyimpangan) yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Penyimpangannya yang paling ringan (dibandingkan penyimpangan-penyimpangan besar lainnya) adalah hadits-hadits palsu dan batil (yang termaktub di dalamnya), juga hadits-hadits mauquf (ucapan shahabat atau tabi’in) yang dijadikan sebagai hadits marfu’ (ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Semua itu dinukil oleh penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang memalsukannya. Dan (sama sekali) tidak dibenarkan mendekatkan diri (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan hadits yang palsu, serta tidak boleh tertipu dengan ucapan yang didustakan (atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
2- Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthuusyi berkata, “…Kemudian al-Ghazali memenuhi kitab ini dengan kedustaan atas (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan aku tidak mengetahui sebuah kitab di atas permukaan hamparan bumi ini yang lebih banyak (berisi) kedustaan atas (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi kitab ini.” (Dinukil oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/495).
3- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Dalam kitab ini terdapat hadits-hadits dan riwayat-riwayat yang lemah bahkan banyak hadits yang palsu. Juga terdapat banyak kebatilan dan kebohongan orang-orang ahli Tasawwuf.” (Kitab Majmu’ul Fataawa, 10/552).
4- Imam Adz-Dzahabi berkata, “Adapun kitab Ihya’ Ulumiddin, maka di dalamnya terdapat sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu).” (Kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/339).
5- Imam Ibnu Katsir berkata, “…Akan tetapi di dalam kitab ini banyak terdapat hadits-hadits yang asing, mungkar dan palsu.” (Kitab Al-Bidaayah wan Nihaayah, 12/174).
6- Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata, “Betapa banyak kitab Ihya’ Ulumiddin memuat hadits-hadits (palsu) yang oleh penulisnya dipastikan penisbatannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal Imam Al-Iraqi dan para ulama lainnya menegaskan bahwa hadits-hadits tersebut tidak ada asalnya (hadist palsu).” (Kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Sha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).
7- Bahkan, Imam As-Subki mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab Ihya’ Ulumiddin yang tidak ada asalnya (palsu), dan setelah dihitung semuanya berjumlah 923 hadits (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).
Beberapa contoh hadits palsu dan lemah yang dimuat dalam kitab ini
1. Hadits, “Percakapan dalam masjid akan memakan/ menghapus (pahala) kebaikan seperti binatang ternak yang memakan rumput.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/152, cet. Darul Ma’rifah, Beirut).
Hadits ini dihukumi oleh Imam Al-‘Iraqi, As-Subki dan Syaikh al-Albani sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits (lihat kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, 1/60).
2. Hadits, “Taufik yang sedikit lebih baik dari ilmu yang banyak.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/31).
Hadits ini juga dihukumi oleh para ulama di atas sebagai sebagai hadits palsu yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287 dan Difaa’un ‘anil Hadiitsin Nabawi, halaman 46).
3. Hadits, “Agama Islam dibangun di atas kebersihan.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/49).
Hadits ini adalah hadits yang palsu, karena dalam sanadnya ada perawi yang bernama ‘Umar bin Shubh al-Khurasani, Ibnu Hajar berkata tentangnya (dalam kitab Taqriibut Tahdziib, halaman 414), “Dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah), bahkan (Imam Ishak) bin Rahuyah mendustakannya.” (Lihat kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 3264).
4. Hadits, “Sesungguhnya orang yang berilmu akan disiksa (dalam neraka) dengan siksaan yang akan membuat sempit (susah) penduduk nereka.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/60).
Hadits ini dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/287).
5. Hadits, “Seburuk-buruk ulama adalah yang selalu mendatangi para penguasa/ pemerintah dan sebaik-sebaik penguasa adalah yang selalu mendatangi para ulama.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/68).
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/288).
6. Hadits, “Barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah seorang mukmin’, maka dia kafir, dan barangsiapa yang berkata, ‘Aku adalah orang yang berilmu’, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh).” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/125).
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/289) dan dinyatakan lemah oleh Imam As-Sakhawi (lihat kitab Al-Maqaashidul Hasanah, halaman 663).
7. Hadits, “Seorang hamba tidak akan mendapatkan (keutamaan) dari shalatnya, kecuali apa yang dipahaminya dari shalatnya.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/159).
Hadits ini juga dihukumi oleh Imam As-Subki sebagai hadits yang tidak ada asalnya (lihat kitab Thabaqaatusy Syaafi’iyyatil Kubra, 6/289).
8. Hadits, “Sesuatu yang pertama kali Allah ciptakan adalah akal…” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83 dan 3/4).
Hadits ini dihukumi oleh Imam Adz-Dzahabi dan Syaikh al-Albani sebagai hadits yang batil dan palsu (lihat kitab Lisaanul Miizaan, 4/314 dan Takhriiju Ahaadiitsil Misykaah, no. 5064).
9. Hadits, “Barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” (Kitab IIhya’ ‘Ulumiddin, 1/71, 3/13 dan 3/23).
Hadits ini dihukumi oleh Syaikh Al-Albani sebagai hadits yang palsu (kitab Silsilatul Ahaadiitsidh Dha’iifah wal Maudhuu’ah, no. 422).
10. Hadits, “Wahai manusia, pahamilah (dengan akal) dari Rabb-mu dan saling berwasiatlah dengan akal.” (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/202).
Hadits ini adalah hadits palsu, diriwayatkan oleh Dawud bin al-Muhabbar dalam kitab Al-Aql, yang dikatatakan oleh Ibnu Hajar, “Dia adalah perawi yang matruk (ditinggalkan riwayatnya karena sangat lemah) dan kitab Al-Aql yang ditulisnya mayoritas berisi hadits-hadits yang palsu.” (Dalam kitab Taqriibut Tahdziib, halaman 200).
11. Hadits tentang shalat ar-Ragaaib di bulan Rajab (Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, 1/83).
Hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh Imam Al-‘Iraqi (lihat takhrij beliau di catatan kaki kitab tersebut, 2/366, cet. Dar Asy-Syi’ab, Kairo).
Penutup
Dengan uraian ringkas tentang kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di atas, jelaslah bagi kita kandungan buruk dan penyimpangan yang terdapat di dalamnya. Maka, seorang muslim yang menginginkan kebaikan dan keselamatan dalam agama dan imannya, hendaknya menjauhkan diri dari membaca buku-buku yang mengajarkan kesesatan seperti ini.
Alhamdulillah, kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah yang bersih dan selamat dari penyimpangan sangat banyak dan mencukupi untuk diambil manfaatnya.
Apakah kita tidak khawatir akan ditimpa kerusakan dalam pemahaman agama kita dengan membaca kitab seperti ini, padahal kerusakan dan kerancuan dalam memahami agama ini merupakan malapetaka terbesar yang akan berakibat kebinasaan dunia dan akhirat?
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kerusakan agama dan iman ini, sebagaimana dalam doa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ولا تَجْعَلْ مُصيبَتَنَا في دِيْنِنا
(Ya Allah) janganlah Engkau jadikan malapetaka (kerusakan) yang menimpa kami dalam agama (keyakinan) kami.” (HR. At-Tirmidzi, no. 3502, dinyatakan hasan oleh Imam At-Tirmidzi dan Syaikh Al-Albani).
Ketahuilah, bahwa ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki keimanan dan meyempurnakan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah ilmu yang bersumber dari Alquran dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipahami dengan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka.
Imam Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, “Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari Alquran dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemahaman tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan Alquran dan hadits. (Begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (penyucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahih (benar) dan (meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua ini sangat cukup (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan merupakan kesibukkan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat).” (Kitab Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf, halaman 6).
Sebagai penutup, renungkanlah nasihat emas dari Imam Adz-Dzahabi ketika beliau mengkritik kitab Ihya’ ‘Ulumiddin dan kitab-kitab lain semisalnya yang memuat kesesatan dan penyimpangan, karena tidak mencukupkan diri dengan petunjuk Alquran dan hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar.
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin di dalamnya terdapat sejumlah (besar) hadits-hadits yang batil (palsu) dan banyak kebaikannya kalau saja kitab itu tidak memuat adab, ritual dan kezuhudan (model) orang-orang (yang mengaku) ahli hikmah dan ahli Tasawwuf yang menyimpang, kita memohon kepada Allah (dianugerahkan) ilmu yang bermanfaat. Tahukah kamu apakah ilmu yang bermanfaat itu? Yaitu ilmu bersumber dari Alquran dan dijabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam ucapan dan perbuatan (beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam), serta tidak ada larangan dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang tidak menyukai sunnah/ petunjukku, maka dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari (no. 5063) dan Muslim (1401).
Maka, wajib bagimu wahai saudaraku untuk men-tadabbur-i (mempelajari dan merenungkan) Alquran, serta membaca dengan seksama (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) dalam Ash-Shahiihain (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim), Sunan An-Nasa’i, Riyadhus Shalihin dan Al-Azkar tulisan Imam An-Nawawi, (maka dengan itu) kamu akan beruntung dan sukses (meraih ilmu yang bermanfaat). Dan jauhilah pemikiran orang-orang Tasawwuf dan filsafat, ritual-ritual ahli riyadhah (ibadah-ibadah khusus ahli Tasawwuf), dan kelaparan (yang dipaksakan) oleh para pendeta, serta igauan tokoh-tokoh ahli khalwat (menyepi/ bersemedi yang mereka anggap sebagai ibadah). Maka, semua kebaikan adalah dengan mengikuti agama (Islam) yang hanif (lurus/ cenderung kepada tauhid) dan mudah (agama yang dibawa dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Maka, kepada Allah-lah kita memohon pertolongan, ya Allah, tunjukkanlah kepada kami jalan-Mu yang lurus.” (Kitab Siyaru A’laamin Nubala’, 19/339-340).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 13 Rabi’ul akhir 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A. (Pengasuh website www.manisnyaiman.com)
Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.com

Klik disini untuk melanjutkan »»

Bersabarlah, Kemenangan itu Pasti ‘Kan Tiba

.
1 komentar

Bersabarlah, Kemenangan itu Pasti ‘Kan Tiba


 

Yang namanya “menanti” dan “bersabar” adalah pekerjaan yang melelahkan, untuk sebagian orang. Akan tetapi, tidak begitu adanya dengan orang-orang yang telah diteguhkan hatinya oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
Banyak tetumbuhan dakwah yang mesti berjuang menerabas tanah untuk menguatkan akar. Sungguh sabarnya ia, menembus rapatnya butir-butir tanah. Meski begitu, dengan kuasa Allah semata, akar itu kian menyerabut, hingga bertambah bulu-bulu halus, dan semakin kokohlah cengkeramannya di dasar bumi.
Tak berhenti sampai di situ, setelah akar tumbuh merambat, batang pun berkembang menjulang. Tak cukup itu saja, ranting membentang bagai menyapa angin, daun-daunnya juga merimbun hijau bersalaman dengan udara yang berkerumun di atas bumi.
Lihatlah, betapa tempat yang sempit menjadi awal sebuah keleluasan yang menenteramkan. Tanah yang begitu rapat menjadi mula dedaunan hijau tertiup-tiup kegirangan berkawan dengan bumi yang ramah. Hingga akhirnya, buah-buah yang siap dipetik akan tiba waktunya untuk dinikmati orang banyak.
Dengan keteguhan, dari hati, berlatarkan niat yang putih.
Jika Anda seratus persen meniru jalan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anda telah berada di jalur yang benar. Tugas Anda selanjutnya, menjalani dakwah tersebut dengan teguh bagai keteguhan seorang Muhammad bin Abdillah.
Berdakwalah dengan hati. Menasihati karena ingin manusia menjadi baik, bukan karena ingin mempermalukan mereka dengan kejahilan dan kemaksiatan yang terlanjur mereka lakukan. Mendidik manusia karena berharap mereka menjadi saudara seiman di dunia, dan tetangga Anda saat berdampingan di dipan-dipan Firdaus Al-A’la.
Putihkan baik-baik niat untuk berdakwah hanya untuk Allah semata, semata agar Allah semakin cinta kepada Anda, di dunia dan di akhirat. Titik tujuan satu saja: agar hanya Allah yang disembah di muka bumi, bukan sebatas manusia membungkukkan punggung, bertakbir, atau mengitari Ka’bah. Lebih mulia lagi cita-cita Anda daripada itu. Satu titik tujuan Anda: mereka benar-benar tunduk kepada Allah, kepada ketentuan yang telah Allah pilih untuk hamba-hamba-Nya. Tidak ada hawa nafsu yang diagungkan, tidak ada dewa-dewi yang disembah, tidak ada ego pribadi yang didahulukan, hanya Allah saja yang selalu paling dipatuhi.
Lawanlah bisikan setan jika dia menyuruh Anda berdakwah untuk menambah pengikut. Perangilah tipu daya setan, karena pemuliaan manusia terhadap diri Anda akan menjadi penghinaan Allah atas diri Anda jika Anda menyeru manusia supaya Anda memanen puja-puji dan kemasyhuran.
Bersabarlah, karena semua ‘kan indah pada waktunya
Kalau di awal dakwah Anda merasa sendirian, tenanglah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun seperti itu. Kemenangan tidak datang serta-merta. Kalau bukan di dunia, bisa jadi kemenangan datang di akhirat menghampiri Anda.
Bersabarlah, kemenangan itu pasti ‘kan tiba
Bandar Universiti, 2 Juli 2011,
Penulis: Athirah hafizhahallah
Artikel www.SALAFIYUNPAD.wordpress.com

Klik disini untuk melanjutkan »»

3 Agu 2011

Wanita Hitam Pemetik Surga

. 3 Agu 2011
0 komentar

Wanita Hitam Pemetik Surga


 

Oleh Ustadz Abu Adib
Alhamdulillahi Robbil’alamin…segala puji bagi Allah ta’ala yang telah memberikan kemudahan kepada kami untuk menulis risalah yang singkat ini. Para pembaca yang mulia, judul risalah diatas mengingatkan pada kita semua tentang kisah wanita hitam dimasa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan oleh ‘atha’ bin Abi Rabah, dia berkata: “Telah berkata kepadaku Abdullah bin Abbas: “maukah engkau aku perlihat seorang wanita penghuni surga?” maka aku berkata : “tentu!”. Kemudian ‘Abdullah berkata: “Wanita hitam dia pernah mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu ia berkata: “ aku kena penyakit ‘usro’u (ayan/epilepsy), jikalau penyakitku kambuh auratku tersingkap. Maka do’akanlah kepada Allah agar sembuh penyakitku”. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “jikalau aku do’akan kepada Allah, pasti kamu akan sembuh. Akan tetapi jikalau kamu sabar maka bagimu surga”. Maka wanita hitam itu berkata: “Ashbiru (aku akan sabar), akan tetapi do’akan kepada Allah agar tiap kali kambuh penyakitku, auratku tidak tersingkap”. Maka Nabi pun mendo’akannya sehingga tiap kali kambuh, Allah Ta’ala menjaga auratnya.
Dari kisah Hadits diatas kita bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga, dimana seorang wanita berkulit hitam yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat, ditambah lagi wanita itu terkena wabah penyakit ayan, suatu penyakit yang sangat menjijikkan, akan tetapi Allah Ta’ala memuliakan wanita itu dengan surga disebabkan karena ketaqwaan dan kesabaran. Rasa malu dan ketaqwaannya telah mengantarkan dirinya untuk sabar dalam menderita penyakit serta musibah yang dideritannya. Sifat taqwa dan rasa malu itu nampak ketika wanita itu berkata kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dimana saat penyakitnya kambuh menyebabkan dia kehilangan kesadaran sehingga auratnya tersingkap. Wanita hitam itu malu auratnya kelihatan ketika dia dalam keadaan tidak sadar. Allahu Akbar….
Dalam keadaan tidak sadarpun wanita itu malu auratnya kelihatan apalagi dalam keadaan sadar? Coba kita bandingkan dengan wanita abad ini!. Dalam keadaan sadarpun mereka berani bahkan sengaja menampakkan auratnya. Mereka berpakaian tapi nampak betisnya, nampak pahanya, nampak dadanya, dan ditambah lagi mereka itu bangga dengan kelakuannya seolah-olah mereka berkata “ lihatlah betisku! Lihatlah pahaku! Lihatlah dadaku! Lihatlah wajahku!. Dan ketika dia berjalan, kemudian ada laki-laki yang pandangannya tertuju padanya, maka dalam hatinya wanita itupun senang dan bangga atas apa yang telah diperbuatnya. Na’udzu billah. Dirinya tidak sadar kalau kelakuannya telah membuat kerusakan dan fitnah di muka bumi. Demikianlah pembaca yang mulia hilangnya ketaqwaan dan rasa malu telah mengantarkan wanita-wanita sekarang kepada perbuatan yang hina dan keji. Sungguh telah benar apa yang disampaikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Apabila kamu tidak malu maka berbuatlah semaumu”(HR/ Bukhari. No 3483)
Wanita-wanita sekarang sadar, bahkan sangat sadar atas apa yang telah mereka perbuat. Mereka bukanlah wanita-wanita yang gila atau wanita-wanita yang mengalami gangguan kejiwaan, bahkan mereka wanita-wanita yang waras akalnya sehingga sangat sadar dengan apa yang telah dilakukannya, akan tetapi hatinyalah yang tidak pernah menyadari. Perbuatan yang telah mereka lakukan itu bisa mendatangkan fitnah dan kerusakan di muka bumi.
Dan tindakan lain yang tidak kalah mengerikan bahayanya adalah maraknya aksi-aksi pornografi, kontes kecantikan, umbar aurat bisa kita jumpai dimana-mana bahkan secara resmi dipertontonkan melalui siaran-siaran diberbagai media massa yang ada sehingga bisa menjadi hiburan harian bagi orang yang lemah imannya. Masya Allah..kalau kelakuan wanita-wanita bumi pertiwi seperti ini bagaimana negeri ini selamat akan perzinaan.
Faedah yang bisa dipetik dari hadits diatas adalah:
  1. Kesabaran atas musibah yang menimpa di dunia akan mewariskan surga
  2. Pengobatan berbagai macam penyakit bisa ditempuh dengan do’a dan berlindung dengan penuh kejujuran / sungguh-sungguh kepada Allah dengan disertai pemberian obat
  3. Berusaha dengan penuh kemauan adalah lebih baik daripada bersandar pada pemberian keringanan bagi orang yang melihat adanya kemampuan pada dirinya untuk mengembannya, dalam hal itu dia akan memperoleh tambahan pahala.
  4. Di perbolehkan untuk tidak berobat
  5. Tinnginya rasa malu para shahabat wanita, dimana wanita itu malu kalau auratnya tesingkap walaupun dalam keadaan tidak sadar.
Risalah ini kami tutup dengan nasehat untuk para muslimah:
Wahai saudariku muslimah….janganlah kalian menjadi penyabab datangnya kerusakan dan fitnah di muka bumi, yakni dengan kalian mengumbar aurat.
Wahai saudaraku muslimah….janganlah kalian halalkan aurat kalian untuk dilihat laki-laki yang tidak dihalalkan untuk kalian.
Wahai saudaraku muslimah….hiasilah diri kalian dengan akhlaqul karimah (akhlaq mulia), jangan kalian lakukan perbuatan yang mana perbuatan tersebut bisa menjatuhkan diri kalian kepada kehinaan seperti berkhalwat yaitu berduaan dengan laki-laki yang bukan mahram, berboncengan satu motor atau satu mobil dengan laki-laki yang bukan mahram. Itu semua bisa menjatuhkan harga diri dan kehormatanmu.
Wahai saudaraku muslimah…sibukkanlah diri kalian dengan menuntut ilmu agama karena ilmu agama adalah pelita yang akan menerangi jalan hidupmu.
Wahai saudaraku muslimah…bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, serta ingatlah apa yang telah disabdakan oleh Nabimu shalallhu ‘alaihi wasallam bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah dari kaum wanita. Maka janganlah kalian menjerumuskan diri kalian kedalam neraka. Semoga Risalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Maraji’: Kitab Riyadhush Shalihin

Klik disini untuk melanjutkan »»

Kisah Nyata: Ketika Hidayah Islam Merengkuh Jiwaku

.
0 komentar

Kisah Nyata: Ketika Hidayah Islam Merengkuh Jiwaku


 

Namaku Erlina, aku ingin berbagi cerita kepada saudariku muslimah, bukan untuk mengajarkan tentang fiqih atau hadits atau hal lainnya yang mungkin ukhti muslimah telah jauh lebih dulu mengetahuinya daripada aku sendiri. Karena di masa lalu, aku beragama Kristen
Sejak kecil aku beserta kedua adikku dididik secara kristen oleh kedua orangtuaku, bahkan aku telah dibaptis ketika masih berumur 3 bulan dan saat berusia 18 tahun aku telah menjalani sidhi, yaitu pengakuan setelah seseorang dewasa tentang kepercayaan akan iman kristen di depan jemaat gereja. Aku juga selalu membaca Alkitab dan membaca buku renungan –semacam buku kumpulan khotbah– bersama keluargaku di malam hari. Seluruh keluargaku beragama Kristen dan termasuk yang cukup taat dan aktif. Bahkan dari keluarga besar ayah, seluruhnya beragama Kristen dan sangat aktif di gereja sehingga menjadi pemuka dan pengurus gereja. Sedang dari keluarga ibu, nenekku dulunya beragama Islam, namun kemudian beralih menjadi Katholik.
Sejak kecil aku adalah anak yang sangat aktif dalam kegiatan keagamaan. Tentu saja kegiatan keagamaan yang aku anut saat itu beserta keluarga besarku. Kecintaanku pada agama Kristen demikian kuat mengakar dan terus bertambah kuat seiring pertumbuhanku menjadi wanita dewasa. Sedari kecil aku sangat rajin ikut Sekolah Minggu, bahkan hampir tidak pernah absen. Aku selalu ingin mendengarkan cerita agama Kristen atau cerita dari Alkitab di Sekolah Minggu. Setiap pelajaran Sekolah Minggu kucatat dalam sebuah buku khusus. Cerita-cerita tersebut kuhafal sampai detail, sehingga setiap perayaan Paskah dan Natal aku selalu menjadi juara lomba cerdas tangkas Sekolah Minggu. Pernah suatu ketika, karena aku sering sekali menang, seorang juri memberikan tes tersendiri. Hal ini untuk memastikan bahwa aku layak mendapatkan juara pertama, apalagi saat itu aku masih lebih muda dari peserta dan juara lainnya. Ternyata aku bisa menjawab pertanyaan juri tersebut. Akhirnya aku tetap mendapatkan hadiah, namun hadiah khusus di luar juara satu sampai tiga. Kebijakan ini untuk memberikan kesempatan pada peserta lain untuk menjadi pemenang.
Ketika aku menginjak usia SMP dan SMA, aku tetap aktif dalam kegiatan persekutuan remaja dan pemuda di sekolah. Aku juga aktif di tingkat yang lebih besar yaitu kegiatan persekutuan antar siswa Kristen dari sekolah-sekolah se-kota Magelang, juga persekutuan remaja di gereja. Bahkan aku juga ditunjuk menjadi ketua persekutuan remaja di gereja. Setiap minggu aku disibukkan dengan kegiatan persekutuan, mempersiapkan acara, topik, pembicara, membuat undangan dan menyebar undangan. Aku tidak pernah bosan mengundang rekan-rekan untuk hadir. Walaupun aku tahu ada di antara mereka yang malas hadir, aku tetap memberikan undangan kepada mereka. Betapa semangatnya aku saat itu…
Setelah lulus SMA, aku meneruskan kuliah di FKG UGM. Dan seperti sebelum-sebelumnya, aku kembali aktif di kegiatan keagamaan (Kristen). Kali ini aku mengikuti kegiatan persekutuan mahasiswa di FKG dan di tingkat UGM. Aku sangat senang dan menikmati kegiatanku tersebut saat itu. Bermacam-macam aktifitas, perayaan Natal, Paskah, panitia lomba vokal grup lagu gerejawi dan lainnya aku ikuti. Aku sering mengajak teman-teman-teman satu kos untuk menyanyi bersama lagu-lagu gerejawi di kos, berdiskusi pemahaman kitab dan lainnya.
Ternyata keaktifanku dalam kegiatan keagamaan ini semakin masuk ke dalam ketika aku diajak bergabung dengan pelayanan “Para Navigator”. Pesertanya sebagian besar mahasiswa. Di sini kami belajar banyak hal tentang kekristenan, dibimbing oleh pembimbing rohani dalam satu kelompok, mengadakan diskusi pemahaman Alkitab setiap minggu dengan menggunakan buku panduan seperti kurikulum yang bertingkat dari dasar ke tingkat tinggi. Di sini kami juga diajarkan dan diminta untuk menghafal ayat-ayat Alkitab –dengan diberikan panduan berupa kartu yang berisi ayat untuk dihafalkan-, dan setiap minggu harus bertambah ayat yang kami hafal. Akhirnya aku dapat menyelesaikan paket kurikulum dan diminta membimbing anak rohani. Metode pelayanan ini biasa dikenal dengan metode sel, belajar berkelompok, kemudian berkembang dengan masing-masing anggota yang akan memiliki anak-anak lain untuk dibimbing, sehingga orang-orang yang terlibat di dalamnya akan berkembang dan bertambah banyak. Dalam pelayanan ini, terkadang kami pun diajarkan dan dianjurkan untuk berdakwah mengajak orang lain mengenal dan mengikuti ajaran Kristen.
Entah mengapa, setelah aku masuk stase (tingkatan) klinik, mulai ada beberapa teman (muslim) yang mendekati dan ingin memperkenalkan Islam kepadaku. Reaksiku? Jelas marah dan kutolak mentah-mentah. Pernah juga aku dipinjami Al-Qur’an dan diminta untuk membacanya oleh seorang teman. Sungguh aku sangat marah terhadapnya sampai-sampai aku tak ingin berbicara dengannya.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan dia –sebut saja A– yang alhamdulillah kini telah menjadi suamiku. Kalau teman-teman lain ingin memperkenalkan Islam dengan cara langsung dengan Al-Qur’an dan hal-hal lainnya yang jelas-jelas berbau Islam, maka A mengenalkan Islam dari sisi yang beraroma Kristen. Dan aku sangat antusias saat itu. Apalagi ia menyatakan bahwa jika Kristen lebih benar dari Islam, maka dia akan mengikuti agama Kristen. Kesempatan emas! Pikirku. A juga banyak bertanya tentang Bible, bahkan ia katakan telah tamat membaca Alkitab Perjanjian Baru sebanyak tiga kali! Aku pikir, orang ini benar-benar tertarik akan agama Kristen. Aku saja belum pernah membaca dari awal hingga akhir kitab tersebut secara berurutan. Aku semakin bersemangat saat itu. Banyak yang dia ketahui tentang Alkitab Kristen dan tentang Kristen. Ternyata sejak kecil ia bersekolah di sekolah Katholik dan mempelajari agama Katholik serta sejarahnya, dan ketika ia kuliah di UGM, ia juga terkadang berkunjung ke toko buku Kristen untuk membaca.
Namun, yang terjadi selanjutnya ternyata di luar dugaanku. A memang banyak tahu tentang agamaku, namun ia juga memiliki pengetahuan tentang Islam. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan olehnya dan berkaitan dengan agamaku, yang terkadang pertanyaan itu begitu mudah, namun aku sangat kesulitan menjawabnya. Diskusi-diskusi yang kami lakukan membuat kami menjadi dekat. Aku pun telah lulus kuliah dan bekerja. Begitu pula A, hanya saja dia bekerja di Jakarta. Namun, kami masih terus melanjutkan diskusi tentang agama Kristen yang telah kami lakukan sebelumnya. Ya… masih berlanjut seperti itu, pengenalan tentang agama Islam yang dilakukan dengan cara tidak langsung.
Dari diskusi-diskusi itulah ia terkadang memasukkan sentilan Islam secara tidak langsung dan tidak aku sadari (karena pertanyaan dan hal-hal yang didiskusikan sebenarnya telah jelas jawabannya di Islam). Banyak bentrok di antara kami dalam diskusi tersebut. Kadang bahkan membuat aku marah, menangis, jengkel. Namun diskusi itu terus berlanjut. Masih ada rasa penasaran, jengkel dan marah yang berbaur menjadi satu. Namun… banyak sekali pertanyaan darinya yang tidak bisa aku jawab. Akhirnya A mengusulkan agar meminta pendeta yang ahli untuk diajak diskusi bersama. Wah!! Betapa senangnya aku mendengar sarannya itu. Orang ini benar-benar bersemangat belajar Kristen. Aku sangat berharap akhirnya nanti dia bisa beragama Kristen. Rasanya bahagia jika aku berhasil membuat ia mengikuti iman Kristen.
Dengan sebab tersebut, aku mencari dan menghubungi pendeta yang terkenal, senior dan sangat berkualitas di Jogja. Sebut saja pendeta X. Aku berharap pendeta X dapat membantuku ‘memberi pelajaran’ tentang Kristen kepada A. Keluargaku pun ikut bersemangat dan sangat mendukung rencanaku ini. Saat itu, aku bersyukur bapak pendeta ini mau dan bersedia membantu rencanaku. Akhirnya, kami melakukan diskusi bertiga. Keadaannya saat itu, bukanlah sebagaimana seseorang yang ingin saling berdebat antar agama. Tidak. Kondisi saat itu, baik A maupun aku sama-sama sebagai orang yang belajar dan mencari kebenaran. Walaupun tidak ada pernyataan sebagaimana yang A lakukan bahwa jika Islam lebih benar aku akan mengikuti agamanya.
Mulailah kami berdiskusi setiap pekan di hari Sabtu. Beberapa pertanyaan yang A ajukan antara lain adalah:
Kapan dan bagaimana cara Yesus berpuasa? Mengapa orang Kristen tidak berpuasa?
Tentang penghapusan hukum Taurat (Yesus menolak membasuh tangan sebelum masuk rumah).
Benarkah kisah yang menceritakan Yesus berdoa dengan bersujud? Dan bagaimana orang Kristen berdoa saat ini? Dahulu, orang Yahudi termasuk Yesus dikhitan. Mengapa orang Kristen sekarang tidak? Pendeta menjawab, orang Kristen ada yang berkhitan tapi bukan untuk mengikuti hukum Tuhan (Taurat), tetapi untuk alasan kesehatan.
Mengapa orang Kristen tidak mengenal najis? Padahal hal najis di Taurat lebih berat daripada hukum Islam. Pendeta menjawab, dalam Kristen hal itu tidak perlu karena di dalam tubuh kita juga ada najis.
Apakah surga itu bertingkat-tingkat menurut Kristen?
Pendeta menjawab, “Tidak, dalam Kristen surga tidak bertingkat-tingkat.”
Lalu kami bertanya, “Mengapa dalam injil dikatakan ada surga rendah dan surga tinggi?”
Terdapat ramalan dalam Alkitab tentang kedatangan anak manusia ‘Ia akan berada di perut bumi tiga hari tiga malam’ seperti kejadian nabi Yunus di dalam perut ikan. Siapakah dia?
Pendeta menjawab, “Jelas ramalan untuk Yesus setelah kematian di kayu salib dan dikubur di gua.”
Akhirnya kami bertiga sama-sama menghitung. Dan berkali-kali, hasil perhitungan itu adalah dua hari dua malam atau maksimal adalah tiga hari dua malam dengan konsekuensi memasukkan hari minggu sebagai satu hari penuh, padahal minggu pagi –sebelum matahari terbit- , kubur Yesus telah kosong. Karena perhitungan tersebut tidak cocok dengan ramalan tiga hari tiga malam, pertanyaan tersebut ditunda untuk didiskusikan pekan berikutnya.
Saat kami datang pekan berikutnya, pendeta sudah memiliki jawaban, yaitu perhitungan hari orang Yahudi berbeda dengan kita.
Waktu itu kami tercengang, heran namun akhirnya tersenyum mengerti bahwa sebenarnya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh sang pendeta. Padahal kejadian nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam gua selama tiga hari tiga malam mestinya lebih bisa menjawab ramalan tersebut.
Ah, saudariku… sebenarnya masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang kami diskusikan saat itu. Kiranya ini cukup untuk menggambarkan diskusi yang terjadi saat itu. Pertanyaan-pertanyaan kami bukanlah pertanyaan yang berat yang berkaitan dengan akidah. Bukan tentang trinitas ataupun ketuhanan Yesus. Namun, itupun banyak yang tidak terjawab. Dan dalam diskusi ini, A tidak pernah mendebat dengan dalil-dalil Islam, Al-Qur’an dan hadits. Sehingga memang terkesan bahwa kami berdua sedang berguru kepada pendeta tersebut.
Kami tidak pernah berdebat, menyalahkan atau mempermalukan beliau. Kami tetap hormat, dan pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan berkesan layaknya konfirmasi, “Apakah ini benar”, “Mengapa seperti ini”, dan semacamnya, kemudian menilai jawaban yang pendeta tersebut berikan. Dan jika kami tahu sebenarnya beliau tidak dapat menjawab pertanyaan kami, dan tampak jawabannya dipaksakan, tidak logis (seperti tentang ramalan tiga hari tiga malam), maka kami hanya tersenyum dan tidak memperpanjang pembahasan hal tersebut. Saat itu, pendeta tersebut menganjurkan agar kami membaca buku karangan seorang Pastor yang berjudul Gelar-Gelar Yesus. Namun, aku malah mendapati, si pengarang justru mengatakan bahwa di Alkitab tidak ada yang secara langsung menyebutkan bahwa Yesus itu Tuhan dan dia tidak pernah menyatakan diri sebagai Tuhan. Sehingga anjuran ini justru menjadi semakin menambah pertanyaanku dan memperbesar keraguanku akan iman Kristen.
***
Setelah diskusi berlangsung beberapa kali, pendeta tersebut minta maaf karena tidak bisa melanjutkan diskusi lagi karena akan pergi ke luar negeri selama beberapa waktu. Beliau merekomendasikan dua orang pendeta untuk menggantikan posisi beliau selama beliau tidak ada. Pendeta pertama adalah seorang yang dulunya beragama Islam namun keluar (murtad) dari agama Islam dan menjadi pendeta. Saat kami mendatangi rumah pendeta ini, dari pembicaraan dengannya terkesan bahwa beliau menolak dan menghindar dengan alasan yang tidak jelas. Pendeta kedua adalah seorang doktor teologia ahli perbandingan agama dan memiliki kedudukan yang cukup tinggi di sebuah universitas. Karena kesibukan dan kedudukan beliau inilah, kami agak kesulitan menemui beliau. Ketika akhirnya kami berhasil menemuinya, ternyata beliau keberatan dan tidak bersedia berdiskusi bersama kami dengan alasan sibuk. Pendeta kedua ini menyarankan agar kami kembali berdiskusi dengan pendeta X. Karena proses diskusi ini (yang tadinya aku berharap begitu banyak para pendeta ini dapat memberi pelajaran pada A) ternyata sedikit terhambat, akhirnya aku mendatangi pendeta X seorang diri. Aku menceritakan semua hal berkenaan dengan latar belakang diskusi ini dan aku memohon kepada beliau untuk membantuku meneruskan proses diskusi dengan A. Sayangnya… ternyata beliau menolak permintaanku dengan alasan yang tidak jelas –bahkan bisa dikatakan tanpa alasan-. Sebagaimana harapan besar lainnya – yang jika tertumpu pada seseorang namun ternyata tidak dipenuhi oleh orang tersebut-, maka kekecewaan yang besar pun kurasakan waktu itu. Ketika aku pamit pulang, pendeta tersebut masih sempat berpesan kepadaku,
“Apapun yang terjadi, jangan sampai kamu menikah dengan dia (A). Kalau dia tidak mau masuk agama Kristen, pertahankan imanmu (iman Kristen).”
Gundah, bingung, sedih, dan kekecewaan yang menumpuk, semua bergumul menjadi satu setelah mendapat berbagai penolakan dari pihak-pihak yang aku harapkan dapat membantuku memberi penjelasan tentang agama Kristen ini kepada A. Bahkan pihak-pihak ini adalah orang yang kuanggap pakar dan ahli sehingga dapat membantuku menjawab dan menjelaskan tentang agama Kristen kepada A. Aku pun merasakan sesuatu yang janggal dari pesan terakhir dari pendeta X. Aku simpulkan bahwa sebenarnya mereka tidak memiliki argumen dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan aku merasakan bahwa ada sesuatu yang kurang dari agama ini (Kristen).
Sejak itulah, aku berusaha melihat dan menilai Islam dan Kristen sebagai dua agama yang sejajar kedudukannya, dan aku berusaha berada pada posisi netral seakan-akan sedang menjadi juri untuk keduanya. Berat dan tertekan. Itu yang aku rasakan ketika harus bergumul dan berusaha keras untuk melepaskan diri dari doktrin Kristen. Doktrin yang telah aku cintai sejak kecil dan telah kuikat secara sungguh-sungguh. Namun, dari sinilah aku mulai membuka diri dengan selain Kristen. Aku baru bisa mulai mempelajari seperti apa Islam sebenarnya. Kesan pertama yang kudapatkan dalam penilaianku adalah, ‘Apa yang jelek dari Islam? Kelihatannya ajarannya ok ok saja.’ Sambil melakukan ini, aku tetap terus membaca Alkitab Kristen.
Suatu ketika, A mengajukan suatu ayat dalam Alkitab yang mengatakan, ”Jangan sampai kita sudah setiap hari menyeru ‘Tuhan-Tuhan,’ tetapi tidak selamat seperti yang tertulis dalam Injil.”
Kata-kata ini terpatri dalam benakku. Malam harinya, aku mencari ayat itu dalam Alkitab dan menemukannya, yaitu pada Matius 7:21, yang isinya, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-ku yang di sorga.”
Aku termenung seakan-akan tak percaya yang aku baca. Perlahan-lahan ‘ku tutup Alkitab yang sedang kubaca tersebut.
Keesokan harinya dan hari-hari sesudahnya terasa seperti hari penuh perenungan untuk pikiran dan benakku. Walaupun aku (berusaha) beraktifitas seperti biasa, namun pikiranku tidak tenang memikirkan ayat tersebut. Untuk meyakinkan diriku, ‘ku baca kembali ayat tersebut berulang-ulang, namun ternyata aku justru menjadi ketakutan setelah memikirkan makna yang terkandung di dalamnya. Sepertinya ayat ini sangat berkaitan dengan apa yang telah aku lakukan selama ini, dan aku takut ternyata aku termasuk yang pada akhirnya tidak masuk surga. Jangan-jangan apa yang kulakukan selama ini walaupun dengan kecintaan dan kesungguhan dan penuh perjuangan adalah hal sia-sia.
Sejak itu, aku mulai tertarik dengan Islam dan menjadikannya alternatif pengganti agamaku. Aku mulai bekerja di luar kota Yogyakarta di sebuah Puskesmas di Banjarnegara. Sendirian… tanpa sanak saudara ataupun teman dekat dan sahabat yang dapat kuajak diskusi tentang Islam. Aku belajar tentang Islam dari pengajian-pengajian masjid di desa yang terdengar dari pengeras suara atau acara desa dan kecamatan yang biasanya terdapat sentilan tentang ajaran Islam. Dan tentu saja tak ketinggalan, aku belajar dari diskusi yang sangat sangat banyak dengan A.
Sampai pada akhirnya, A menawarkanku untuk masuk Islam, dan akupun menyetujuinya walaupun tidak langsung melaksanakannya. Aku masih terus berdiskusi, belajar dan berpikir sehingga aku benar-benar merasa yakin dan mantap untuk memeluk agama Islam. Dan ketika keyakinan ini bertambah kuat, aku merasa ada kebutuhan mendesak yang harus kulakukan, yaitu aktifitas menyembah Allah. Rasanya keyakinanku akan sia-sia dan terasa hampa jika tidak ada aktifitas ibadah yang harus aku lakukan untuk menyembah Allah. Namun, aku sama sekali belum bisa cara beribadah yang ada pada Islam.
Dengan melihat orang sholat di televisi dan memperhatikan teman sholat, akhirnya aku berusaha meniru gerakan sholat. Tentu saja segala sesuatunya masih kacau saat itu. Dengan hanya memakai piyama tidur (tanpa tahu ada aturan harus menutup seluruh aurat saat shalat) menggelar selimut untuk dijadikan sajadah, dan berdiri tidak mengetahui harus menghadap kemana, aku sholat. Ya! Aku sholat! Hanya dengan tiga kalimat yang aku ketahui, bismillahirrahmanirrahim, allahu akbar, dan alhamdulillah dan dengan gerakan yang tanpa urutan dan aturan. Rasanya melegakan karena aku melepaskan keinginan untuk menyembah satu Ilah dan hanya Ilah inilah yang harus aku sembah. Aku lakukan ini berkali-kali tanpa diketahui oleh siapapun. Aku masih belum mengetahui tentang pembagian sholat yang lima waktu. Aku masih sendirian saat itu, menjadi kepala Puskesmas, dan aku pun masih merahasiakan statusku dari siapapun termasuk staf di kantor bahkan Si A tidak tahu kalau aku melakukan sholat karena aku masih malu, takut dan masih menutup diri. Sehingga tidak ada seorangpun yang dapat mengajariku.
Sampailah waktunya…
Aku dan A memberanikan diri datang kepada orangtuaku. Di situ, A mengutarakan keinginanku untuk memeluk agama Islam kepada orangtuaku. Dapat dibayangkan apa yang terjadi. Kekagetan luar biasa, marah, tidak percaya mengelegak keluar. Orangtua memintaku mengutarakan sendiri hal tersebut, dan aku pun mengatakan hal yang sama, “Aku ingin masuk Islam.” Mereka tetap tidak percaya dan memintaku memikirkannya kembali. Aku kembali ke Banjarnegara dan A juga kembali ke Jakarta tempat ia bekerja.
Beberapa waktu kemudian, Bapak, Ibu dan adikku menemuiku di Banjarnegara. Menanyakan kembali keputusan akhirku. Saat itu, aku meminta A menemaniku, karena aku dalam kondisi sangat takut dan kalut. Jawabanku pun tetap sama, “Aku ingin masuk Islam.”
Betapa orangtuaku marah mendengarnya. Sebuah kemarahan yang aku belum pernah menyaksikan sebelumnya. Ibu berkata, “APA KAMU SANGGUP MENGHIANATI YESUS!!! TEGANYA ENGKAU DENGAN YESUS!!!”
Rasanya hatiku teriris mendengar teriakan marah dan kekecewaan yang luar biasa dari kedua orangtuaku tersebut. Aku pun memahami jika akan seperti ini, karena seluruh keluarga besar beragama Kristen dan hampir seluruhnya adalah aktivis-aktivis gereja, sering berkhotbah di gereja. Tidak ada satupun yang beragama lain. Dan… aku yang diperkirakan juga akan mengabdi dengan sesungguhnya pada agama Kristen ternyata menjadi orang pertama yang masuk ke agama Islam. Tentu ini hal yang sangat berat terutama untuk kedua orangtuaku. Anggapan-anggapan negatif baik dari pihak keluarga, jemaat gereja, keluarga besar lainnya tentu akan datang bertubi-tubi menekan mereka. Dengan keputusanku yang tidak berubah ini, akhirnya hubunganku dengan keluarga menjadi agak renggang.
Derai air mata sejak itu masih terus mengalir. Aku sempat ragu ketika mengingat perkataan ibuku,
“Sanggupkah engkau mengkhianati Yesus.”
“Tegakah pada Tuhan Yesus.”
Pikiranku terus berkecamuk, ‘Benarkah itu? Benarkah aku harus menyembah Yesus? Benarkah jika aku memeluk Islam, Yesus akan marah?’ Berkutat pada kebimbangan antara perkataan orangtuaku dan apa yang telah kupelajari dalam Islam. Dalam puncak kebingunganku, aku bermimpi…
Aku hendak pergi tidur. Tiba-tiba… terdengar ketukan dari jendela kayu yang bersebelahan dengan tempat tidurku. Kubuka jendela tersebut dan aku kaget karena ternyata di depanku ada sesosok Yesus (wajahnya memang tidak jelas, namun berjubah dan dalam mimpi itu aku dipahamkan bahwa itu adalah Yesus). Sosok itu tidak berbicara apa-apa namun tampak seperti tersenyum, tidak marah dan mengulurkan tangannya (seperti) hendak menyalamiku. Sosok tersebut tidak berbicara namun aku dipahamkan bahwa maksud beliau adalah mengucapkan selamat kepadaku. Setelah itu sosok tersebut berlalu.
Aku pun terbangun dalam keadaan bingung dan takut. ‘Apa maksud mimpi ini?’ pikirku. Apakah ini suatu tanda bahwa pilihanku benar.
Waktupun berlalu dan aku semakin mengokohkan keputusanku untuk memeluk agama Islam. A yang hampir selalu hadir dalam perjalananku menggapai hidayah Islam ini akhirnya melamarku. Alhamdulillah… akhirnya orangtuaku pun mengizinkan kami menikah. Hubungan kami dengan keluargaku sudah baik kembali sampai saat ini. Kami menikah dengan wali dari KUA. Rasa haru dan bahagia menyelimutiku saat itu. Setelah menikah, aku langsung minta dibelikan mukena dan minta diajarkan shalat. Dan A terus mendampingiku dan mengajarkanku shalat lima waktu. Sampai aku telah dapat melakukan shalat sendiri, A baru bisa menjalankan kewajibannya untuk shalat di masjid.
Perjalananku dalam memahami Islam tentu saja tidak berhenti sampai di situ. Setelah lima tahun sejak aku masuk ke dalam agama Islam, aku melanjutkan studi S2 di FK UGM, jurusan Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis (minat Histologi dan Biologi Sel) dan aku seperti tersentak untuk kedua kalinya. Aku baru menyadari dan memahami betapa Allah mengatur segala sistem dalam tubuh kita dengan begitu rapi, canggih, teratur, beralasan dan sempurna sampai ke tahap molekuler, tanpa kita sadari. Aku banyak termenung saat menyadari hal itu, namun juga menjadikanku banyak bertanya kepada dosen pakar saat itu. Subhanallah, Dia-lah pencipta, pengatur, pemelihara yang sedemikian rupa rumitnya. Dan tidak mungkin semua itu berjalan, berproses dan bermekanisme dengan sendirinya. Mulai saat itulah aku lebih terpacu lagi untuk belajar dengan membaca dan memahami Al-Qur’an.
Dan proses belajar itu terus berlangsung sampai sekarang. Dahulu aku telah mengetahui bahwa Allah-lah, Ilah yang disembah dalam agama Islam. Namun, perlu waktu bertahun-tahun untuk aku memahami bahwa hanya Allah-lah Ilah yang BERHAK untuk disembah. Dan pemahaman ini ternyata suatu perkembangan, semakin kita belajar mengenal Rabb kita, insya Allah semakin bertambahlah pemahaman dan ketauhidan kita, dan akan semakin sadar bahwa masih banyak sekali hal yang tidak kita ketahui. Dari proses pembelajaran inilah aku semakin memahami siapakah Allah yang selama ini aku sembah, mengapa hanya Allah yang harus aku sembah. Kini aku sedikit lebih paham (karena masih banyak hal yang belum aku pahami), tentang kekuatan rububiyah Allah (sebagai pencipta, yang berkuasa) yang melazimkan bahwa hanya Dia-lah yang berhak disembah dan mengapa aku tidak boleh mempersekutukan-Nya karena jika aku melakukan kesyirikan maka ia akan menjadi dosa yang tak terampuni (jika tidak bertaubat).
Saudariku… agama Islam terlalu tinggi, canggih dan terlalu sempurna, dengan konsepnya yang sangat jelas, sehingga agama-agama lain menjadi sangat lemah untuk menjadi pembandingnya, termasuk agama Kristen yang aku anut dahulu.
***
Kisah di atas diceritakan langsung oleh Erlina kepada redaksi Muslimah.or.id, dan redaksi KisahMuslim.com juga mengenal Erlina. Semoga Allah menjaga hamba-hamba-Nya yang beriman…
Artikel KisahMuslim.com dan dipublikasikan kembali oleh salafiyunpad.wordpress.com dan bestabuabdullah.blogspot.com

Klik disini untuk melanjutkan »»

AWAS… YAYASAN AGAMA SYI’AH DI SEKITAR ANDA!!!

.
0 komentar

AWAS… YAYASAN AGAMA SYI’AH DI SEKITAR ANDA!!!

Bagi Anda yang ingin mengetahui tentang kesesatan agama Syi’ah, silakan kunjungi website berikut: HAKEKAT.COM dan GENSYIAH.COM


=====
DAFTAR YAYASAN AGAMA SYI’AH DI NUSANTARA
Yayasan Fatimah
JL. Batu Ampar III No.14 Condet Jakarta Timur, 13520
Tazkia Sejati Patra Kuningan IX No.6 Kuningan Jakarta Selatan
Yayasan Al Mahdi Jakarta Utara
Yayasan Al Muntazar Komp Taman Kota Blok E7/43 Kembangan Utara, Jakarta Barat
Yayasan Madina Ilmu Sawangan, Parung, Depok
Shaf Muslimin Indonesia Cawang
IPABI Bogor
Yayasan Insan Cita Prakarsa Jl Lontar 4 No.9 Menteng Atas Jaksel
Islamic Center Jakarta Al Huda Jl Tebet Barat II No 8, Tebet,Jaksel, Indonesia 12810
Yayasan Asshodiq Jl Penggilingan No 16 A, RT01/07 Jakarta Timur
Pengajian Ummu Abiha (HJ Andriyanti) Jl Pondok Hijau VI No.26 Pondok Indah Jakarta Selatan 12310
Pengajian Al Bathul (Farida Assegaf) Jl Clilitan Kecil, Jaksel
Yayasan Babul Ilmi Jl Taman Karmila, Blok F3/15 Jatiwaringin Asri, Pondok Gede
Pengajian Haurah Jl Kampus I Sawangan Depok
MPII Jl Condet Raya 14 condet Jaktim 13520
FAHMI (Forum Alumni HMI) Depok Jl. Fatimah 323 Depok
Yayasan Azzahra Jl. Dewi Sartika Gg.Hj.M.Zen No 17, RT.007/05,Cawang 3, Jakarta Timur
Yaysan Al Jawad Gegerkalong Girang, No 92 Bandung 40015
Yayasan Muttahhari Jl Kampus II No 32 Kebaktian Kiaracondong 40282
Majlis Taklim Al Idrus Rt 04/01 Cipaisan, Purwakarta
Yayasan Fatimah Jl Kartini Raya No 11/13, Cirebon 45123
Yayasan Al Kadzim
Yayasan Al Baro’ah Gg Lenggang IV-66 Blok H, Bumi Resik Panglayungan, Tasikmalaya 46134 Jabar
Yayasan 10 Muharrom JL Chincona 7 Pangalengan Bandung
Majlis Ta’lim Annur Jl Otista No 21 Tangerang Jabar
Yayasan As Shodiq Jl Plesiran 44 Bandung 40132
IPABI PO BOX 509 Bogor Jabar
Yayasan As Salam Jl Raya Maja Utama 25 Majalengka Jabar
YAYASAN Al Mukarromah Jl Cimuncang No 79 Bandung JabarJl Kebun Gedang 80 Bandung 40274 Jabar
MT Al Jawad Jl Raya Timur No 321 Singaparna Tasikmalaya Jabar
Yayasan al Mujtaba Jl Walangi No 82 Kaum Purwakarta Jabar
Yayasan Saifik Jl Setiabudi Blok 110 No 11A/166 D Bandung, Jawa Barat
Yayasan Al Ishlah DRS Ahmad M.Ag
Jl Pasar Kramat No 242 Ps Minggu Cirebon, Jabar
Yayasan Al-Aqilah Jl. Eksekusi EV No. 8 Komp. Pengayoman, Tangerang 15118
Banten – Indonesia
Yayasan Dar Taqrib Jl KH Yasin 31A PO BOX 218 Jepara Jawa Tengah
Al Hadi Pekalongan 51123 , PO BOX 88,
Yayasan Al Amin Giri Mukti Timur II/1003/20, Semarang Jawa Tengah
Yayasan Al Khoirat Jl Pramuka 45, RT 05/06 Bangsri Jepara Demak Jateng Desa Prampelan, Rt 02/04 No 50 Kec Sayung, Jateng
Yayasan Al Wahdah Metrodanan, 1/1 no 81 Ps Kliwon, Solo Jateng
Yayasan Rausan Fikr (Safwan) Jl Kaliurang Km 6, Gg Pandega Reksa No 1B Yogyakarta
Yayasan Al Mawaddah Jl Baru I Panaruban, Rt 02/03 Weleri, Kendal Jateng
Yayasan Al Mujtaba (BP Arman) Jl Pasar I/59, Wonosobo Jateng
Yayasan Safinatunnajah Jl Pahlawan, Wiropati 261, Desa Pancur wening Wonosobo Jateng
Yayasan Al Mahdi Jl. Jambu No.10, Balung, Jember Jawa Timur 68161
Majlis T’lim Al Alawi Jl Cokroaminoto III/254, Probolinggo Jawa Timur
Yayasan Al Muhibbiin Jl. Kh Hasan No.8, Probolinggo, Jawa Timur
Yayasan Attaqi Kedai Hijau, Jl. RA Kartini No.7 Pandaan Pasuruan Jatim
Yayasan Azzhra Sidomulyo II No 38, Bululawang Malang Jawa Timur
Yayasan Ja’far Asshodiq Jl KH Asy’ari II/1003/20 Bondowoso Jawa Timur 68217
Yayasan Al Yasin Jl. Wonokusumo Kulon GG 1/No.2 Surabaya
Yayasan Itrah PO BOX 2112, Jember Jawa Timur
Yapisma Jl. Pulusari I/30, Blimbing, Malang Jawa Timur
Yayasan Al Hujjah Jalan Sriwijaya XXX/5 JemberJawa Timur
Yayasan Al Kautsar Jl.Arif Margono 23 A, Malang Jawa Timur
YAPI Jl Pandaan Bangil, Kenep Beji, Pasuruan Jatim
Yayasan AL Hasyim Jl Menur III/25A Surabaya
Yayasan Al Qoim Jl Sermah Abdurrahman No 43, Probolinggo Jawa Timur
FAJAR
Al-Iffah Jl. Trunojoyo IX / 17 Jember
Yayasan BabIlm Jl. KH. Wahid Hasyim 55 Jember 68137. Jawa – Timur Telpon : 0331-483147 PO. BOX : 232
Yayasan al-Kisa’ Jl. Taeuku Umar Gg. Sesapi No. 1 Denpasar Bali
Al-Hasyimi Toko al-Kaf Nawir Jl. Selaparang 86 Cakranegara Lombok
Yayasan Al Islah Kopm Panakkukang Mas II Bloc C1/1 Makasar 90324
Yayasan Paradigma Jl Sultan Alaudin no 4/lr 6
Yayasan Fikratul Hikmah Jl Sukaria I No 4 Makasar 90222
Yayasan Sadra Makasar
Yayasan Pinisi JL Pontiku, Makassar, Sulsel
Yayasan LSII JL Veteran Selatan, Lorong 40 No 60 Makasar
Yayasan Lentera Jl. InspeksiPam No. 15 Makassar
Yayasan Nurtsaqolain Jl Jendral Sudirman No 36APalopo Sulsel Belakang Hotel Buana
Yas Shibtain Jl Rumah Sakit no 7 Tanjung Pinang Kep Riau
Yayasan Al Hakim Pusat Perbelanjaan Prinsewu, Bolk B Lt2, Lampung Selatan 35373
Yayasan Pintu Ilmu Jl Kenten Permai, Ruko Kentan Permai No.7 Palembang 30114
Yayasan Al Bayan Jl Dr. M. Isa 132/795 Rt 22/8 Ilir Palembang
Yayasan Ulul Albab Jl Air Bersih 24 D Kutabelang Loksumawe Aceh
Yayasan Amali Jl. Rajawali. Komp. Rajawali I No. 7 Medan 20122
Kumail Jl. Punai 2 No. 26 Kuto Batu Palembang
Yayasan Al Muntadzar Jl Al Kahoi II no 80, Samarinda Kalimantan Selatan
Yayasan Arridho Jl A Yani KM 6-7 No 59 Banjarmasin Kalimantan Selatan
Us Ali Ridho Alatas Jl. Sungai Ampal No.10 Rt43/15 Sumberjo, Balikpapan, Kalimantan Timur
Madrasah Nurul Iman Selat Segawin, remu Selatan No 2 Sorong Irian Jaya
Sumber: Yayasan Fatimah

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | The Blog Full of Games