16 Feb 2010

TA’ASHUB DAN TAKLID PANGKAL HIZBIYYAH

. 16 Feb 2010

TA’ASHUB DAN TAKLID PANGKAL HIZBIYYAH

Oleh : Ahmaz Faiz Asifuddin

Ta’ashub dan taklid merupakan dua penyakit umat berbahaya yang cukup rumit untuk ditangani. Keduanya merupakan pangkal hizbiyyah dan ashobiiya (fanatisme golongan).
Hizbiyah dan ashobiyah akanmudah dilenyapkan apabila ta’ashub dan taklid ini terkikis habis. Sebenarnya menurut nalar orang yang sedikit saja memiliki ilmu agama, keduanya mudah difahami sebagai penyakit umat yang amat berbahaya, namun menurut waqi’ (kenyataan), ternyata tanpa disadari banyak orang yang termakan oleh penyakit ini. Tidak hanya orang-orang awam, bahkan orang cukup memiliki bekal sebagai juru dakwah pun kadang-kadang ikut terjebak ke dalamnya. Dua buah penyakit umat yang cukup mudah dimengerti tetapi sulit dihindari. Teori dengan prakteknya berbeda, prinsip ilmiah dengan amaliahnya pun berlainan.
Syaikh Ali Hasan al Atsari memberikan contoh berikut ,”Kita lihat misalnya, seorang pemuda atau sekelompok pemuda, ketika diajak dialog oleh seorang Thalibul ‘ilmu (penuntut ilmu) tentang masalah fikriyah atau masalah dakwah, apabila pembicaraan ternyata sesuai dengan apa yang mereka pegangi dan lawan dialognya bisa menyepakati apa yang menjadi keyakinan dan kebiasaan mereka, maka lawan dialognya itu akan dianggap sebagai saudara yang ikhlas, dihormati, dan disayangi sepenuh hati.
Sebaliknya jika perkataan anda menyalahi prinsip pemikiran mereka atau menyalahi beberapa sisi pendapat mereka , mereka kan melancarkan perkataan-perkataan keji dan melepaskan berbagi tuduhan kepada anda melalui sebuah busur yang menyebabkan satu pleton orang kuatpun takkan beraya mengahdapinya. Bahkan anda lihat dengan tenangnya mereka sebar lauskan (fitnah keji) ini tanpa buktui sama sekali.
Contoh lain yang juga nyata adalah : bahwa dai-dai ataus sosok-sosok etrtentu lain yang ketokohannya sudah tertanam dalam benak sebagian orang sebagai panutan, uswah serta suri tauladan yang dikagumi dan dipercayai kata-katanya, ternyata dalam akal pikiran dan jiwa orang-orang yang mempunyai semangat serta emosi menggebu itu, sosok-sosok pribadi tersebut telah menjadi lambang kebenaran dan perkataannya menjadi dalil. Ini jelas penyelewangan yang besar..
Mereka dengan bahsa lidah atau bahasa fakta mengatakan, “Kita harus menghormati dai-dai itu..mereka adalah panutan kita. Awas jangan diganggu..jangan dibantah atau dikritik. “ Ini tentu sangat mengherankan..adakah di sana seorang manusia yang tak boleh dikritik atau dibantah selain nabi?
Kalau saja sebagian mereka sudi mengganti istilah penghormatan mereka dengan istilah pengkultusan, disebabkan jeleknya keadaan mereka yang sesungguhnya, tentu akan lebih pantas dan lebih cocok dengan realita mereka.
Mengapa demikian.? Sebab hanya dengan melakukan bantahan terhadap salah seorang tokoh mereka, sekalipun dengan bahsa lembut dan tidak kasar saja..sudah mereka anggap sebagai tindakan jahat dan batil..
Isyarat paling sederhana pun, meski dilakukan dengan ramah tetap merek aanggap sebagai tantangan nyata dan sebagi tindakan tak beradab.Bersamaan dengan perbuatan-perbuatan rusak merek ayang bersumber dari prinsip-prinsip ashabiyah (fanatisme) yang jelek ini, mengalir pula lah gelombang-gelombang tuduhan keji terhadap orang-orang tak berdosa, serta peringatan terhadap orang-orang yang sebenarnya bersih. Bahkan (sampai tingkat) memutuskan silaturahim dengan orang-orang suci dan taqwa.
Itulah beberap contoh konkrit yang dikemukakan oleh Syaikh ali Hasan tentang betapa berbedanya teori yang dikuasai oleh seseorang mengenai tercelanya ta’ashub dan taklid dengan kenyataan yang dilakukannya. Demikianlah realita sekarang ini, ta’ashub dan takluid sudah menggejala dimana-mana hingga ciri-ciri hizbiyah pun menjadi akrab dengan banyak pribadi yang mengaku anti hizbi. Bahasa lidah mengingkari, tapi bahsa fakta mengakui.
Imam Ibnu Qayyim mengingatkan, menjelskan dan memberi nasehat:”Sepeninggal generasi-generasi terbaik umat ini, (disusul dengan lenyapnya para imam abad ke IV H, dan perginya para pengikut angkatan pertama mereka ) datanglah kemudian generasi-generasi yang memecah belah agamanya. Mereka hidup bergolong-golongan dan masing-masing bangga dengan apa yanga da pada dirinya. Mereka telah memotong-motong perkara agamanya menjadi berkeping-keping..
Segolongan orang menjadikan ta’ashub madzhabi (fanbatisme madzhab) sebagai agama yang dipegang erat-erat dan sebagai modal keyakinan yang digembor-gemborkan.Sementara segolongan yang lain merasa puas dengan sikap taklid buta. Mereka berpegang pada prinsip :
Sesungguhnya kami dapai bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka (Az Zukruf :23).
Imam syafi’I berkata,”Kamum muslimin telah berijma’(bersepkata) bahwa barangsiapa yang telah melihat sunnah Rasulullah SAW denagn jelas, maka ia tidak boleh meninggalkan lantaran mengikuti pendapat seseorang.”
Sementara Abu Umar dan ulama-ulama lain menagtakan, “Orang yang telah bersepakat bahwa muqallid (orang taklid) tidak terhitung sebagai ahli ilmu. Dan ilmu (diin) ialah memahami al haq (kebenaran) melalui dalilnya”. Dua pernyataan ijma’ diata smemberikan pengertian bahwa orang yang berta’ashub (fanatik) terhadap haw anafsu, serta orang yang taklid buta adalah orang-orang yang tidak tergolong dalam kelompok orang-orang berilmu. Mereka bukan pewaris nabi. Pewaris nabi hanya para ulama.
Oleh sebab itu sesungguhnya siapa saja yang memiliki rasa harga diri, hendaknya jangan pedulikan mereka dan jangan ridho terhadap apa yang ada pada mereka. Kalu Sunnah Nabawiyah ditunjukkan kepadanya, ia segera bergegas mengambilnya dan tidak berkutat membelenggukan dirinya pada mereka.
Tunggulah saatnya ketika segala apa yang ada dalam kubur dibangkitkankembali, ketika segala yang tersimpan di dada etrbongkar, ketika kai-kai seluruh makhluk berdiri sama rat di hadapan Allah, ketika tiap-tiap hamba melihat sendiri apa yang telah dilakukannya, ketika antara orang-orang yang benar dapat terbedakan dengan orang-orang batil, dan ketika orang-orang berpaling Kitabullah dan Sunnah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka adalah para pendusta”.
Dengan demikina agar tidak terjerumus pada sikap hizbiyah, maka ia harus mewaspadai dan menghindar dari sikap ta’ashub dan taklid. Caranya ialah seperti apa yang diungkapkan oleh imam Ibnu Qayyim berikut ini ,”sesungguhnya hal yang paling pantas dan paling utama untuk orang saling berlomba dan berpacu adalah meraih sesuatu yang bis amenjamin kebahagiaan hidup di sunia dan akherat dan bisa memberi petunjuk pad ajalan yang menghantarkan pada kebahgiaan itu. “ Nah sesuatu itu adalah “al ilmu an nafi’” yakni ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu agama yang benar dan amal yang sholeh. Tanpa keduanya tak bakal ada kebahagiaan seorang hamba, dan tanpa mengkaitkan diri pada sarana-sarana yang bisa digunakan untuk memperoleh keduanya, maka keselamatan tidak mungkin akan teraih.
Dengan ilmu yang benar dan amal yang sholeh, inya allah orang akanmeraih kebahagiaan di dunia dan akherat dan akan terhindar dari kesengasaraan. Juga akan terhindar dari ruwetnya hizbiyah.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | The Blog Full of Games